Koran Sulindo – Kalimantan Timur selama puluhan tahun pernah menjadi provinsi terkaya di Indonesia. Kontribusinya untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terbesar, dengan mengandalkan sumber daya alam (SDA)-nya, terutama dari pertambangan minyak, gas, batubara, serta kehutanan. Namun, masa itu telah berlalu. Kondisi Kaltim kini memprihatinkan. Bahkan, di beberapa daerah, APBD-nya sudah defisit.
Kenyataan seperti itulah yang mendorong Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menugaskan kader seniornya, Emir Moeis, untuk berkiprah di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Emir memang putra Kaltim, anak pertama dari Inche Abdoel Moeis, Gubernur Pertama Provinsi Kaltim, yang kala itu bernama Swatantra Tingkat I Kaltim.
“Selain karena memang saya sebagai putra Kaltim merasa terpanggil untuk ikut membenahi Kaltim, saya maju sebagai anggota DPD RI karena memang ada penugasan dari Ibu Mega,” kata Emir, Rabu (25/4).
Emir aktif di PDI Perjuangan sejak tahun 1998. Di masa mudanya, sekitar tahun 1970, Emir Moeis menjadi anggota muda Partai Nasional Indonesia (PNI) dan menjadi staf khusus di dewan pimpinan pusat partai itu, saat sang ayah menjadi Ketua DPP PNI periode terakhir, sebelum fusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
Baca juga : Emir Moeis: Setiap Perubahan Zaman Selalu Ada Peluang bagi UMKM
Untuk menjadi bakal calon anggota DPD periode 2019-2024 dari Kaltim, Emir telah mendaftar ke Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kaltim di Samarinda. “Bapak Emir Moeis hadir sendiri menyerahkan berkasnya,” kata Komisioner KPU Kaltim Vico Januardi, Rabu kemarin juga.
Menurut Emir, kader-kader PDI Perjuangan di Kaltim dan masyarakat luas yang mengenal sosok dirinya menyambut antusias penugasan yang diberikan Megawati tersebut. Begitu Emir memberitahukan informasi tersebut dan melakukan sosialisasi apa yang akan dijalankan kelak di DPD untuk kemajuan Kaltim, mereka langsung bekerja cepat mengumpulkan surat dukungan. “Alhamdulillah, dukungan mereka melebihi syarat minimal,” kata Emir.
Emir menjelaskan, Kaltim zaman sekarang semestinya tidak boleh lagi hidup dari mengeruk isi buminya. “Tetapi justru harus melestarikan, merawat tanah, dan mendayagunakan alam, terutama di bidang pertanian dan perkebunan, dengan menumbuhkembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang ada di tengah masyarakat serta industri manufaktur dari pengusaha menengah sampai besar,” tutur Emir lagi.
Di Kaltim sekarang, lanjutnya, memang sudah banyak perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit. Namun, karena perkebunan dan pertanian rentan krisis, menurut pandangan Emir, harus dilakukan diversifikasi jenis tanaman. “Jangan monokultur,” kata Pendiri dan Pemimpin Umum Koran Suluh Indonesia ini.
Selain diversifikasi, menurut pandangan Emir, perlu juga selanjutnya dilakukan industrialisasi yang bisa membuat nilai tambah. “Misalnya, kan masih banyak tambang batubara yang tidak lagi mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Nah, di situ bisa didirikan pembangkit listrik di mulut tambang. Dengan begitu tentunya harga listriknya menjadi lebih murah karena tempatnya menjadi satu dengan sumber energinya. Energi yang dihasilkan pembangkit itu juga bisa dijual secara murah, yang tentunya akan menarik bagi pengusaha menengah sampai besar untuk mendirikan industri manufaktur di Kaltim,” tutur Emir.
Dicontohkan Emir, karena banyak perkebunan kelapa sawit di Kaltim, perlu ada industri turunan dari minyak sawit. “Perlu dibuat industri derivatif dari minyak sawit, yakni olefin dan sebagainya, yang harganya bisa jauh berlipat ganda dari harga CPO [crude palm oil] yang selama ini kita jual,” ujarnya.
Secara bertahap, ditambahkan Emir, dengan semakin terampilnya tenaga kerja di bidang industri, semakin siapnya sosial-budaya masyarakat menerima industri, tentunya itu akan semakin kondusif bagi dunia industri untuk berinvestasi di bidang lain di Kaltim. “Dengan begitu, Kaltim di masa depan menjadi salah satu kota industri di Indonesia,” katanya.
Sebagai politisi dari PDI Perjuangan, Emir sebelumnya pernah juga berkantor di kompleks parlemen Senayan, Jakarta. Ia menjadi anggota DPR tiga periode. Emir pernah menjadi Ketua Komisi IX DPR RI dan Ketua Panitia Anggaran DPR RI (yang sekarang namanya menjadi Badan Anggaran DPR RI).
Di PDI Perjuangan, Emir pernah diberi amanah untuk menjadi Ketua DPP Bidang Ekonomi dan Keuangan PDI Perjuangan selama dua periode kepengurusan. Pada pertengahan Mei 2017, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga memberi tugas kepada Emir untuk menjadi Eksekutif Perencanaan Kebijakan PDI Perjuangan.
Posisinya tersebut masuk dalam Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, meski tidak masuk dalam struktur kepengurusan. Tugas utamanya antara lain menjalin hubungan internasional serta penggalangan negara-negara The New Emerging Forces (Nefos) sebagaimana digagas dan dijalankan Presiden Soekarno dulu—gagasan terakhir Presiden Soekarno yang tak sempat terwujud walau gedungnya sempat selesai dan kemudian dijadikan gedung MPR/DPR/DPD sekarang, karena Bung Karno keburu dijatuhkan oleh kaum imperialis.
Ketika gerakan reformasi mulai bergulir di Tanah Air pada pertengahan tahun 1990-an, Emir merupakan salah satu dosen di Universitas Indonesia (UI) yang terlibat aktif dalam gerakan tersebut di kampus. Ia mengajar di UI selama 29 tahun, meski gelar insinyurnya diraih di Institut Teknologi Bandung (ITB). Emir juga kemudian meraih gelar magister teknik industri dan lingkungan hidup dari ITB, UI, dan terakhir dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat. [PUR]