Megawati: Riset dan Inovasi Nasional Hulu Kedaulatan dan Kemandirian Bangsa

Ilustrasi/Istimewa

Koran Sulindo – Megawati Soekarnoputri mengatakan tugas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah mengintegrasikan riset agar pembangunan berjalan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara ideologis, etis, dan ilmiah. Menurut Megawati, organisasi kedeputian BRIN harus bekerja seperti pada negara-negara lain, yaitu berorientasi pada bidang ilmu pengetahuan, bukan operasional birokrasi.

“Jika hal ini dapat kita wujudkan maka, Indonesia tidak lagi terjebak pada pemikiran riset untuk pembangunan ilmu pengetahuan saja, tetapi kita sudah masuk pada paradigma riset,” kata Megawati.

Ketika berpidato dalam forum Rakornas Integrasi Riset dan Inovasi Indonesia 2020 yang diselenggarakan Kemenristek/BRIN di Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/1/2020), Megawati mengusulkan riset ilmu pengetahuan menampung empat rumpun keilmuan menyangkut manusia, hewan, tumbuhan, dan teknologi. Paradigma riset ilmu pengetahuan di tanah air harus diubah. Berikut pidato Megawati selengkapnya:

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam Sejahtera bagi kita semua

Om Swastiastu

Namo Buddhaya

Salam Pancasila!

Terima kasih untuk kesempatan yang diberikan kepada saya, untuk berbicara di forum yang terhormat dan sangat penting ini. Perkenankan saya meminta saudara-saudara untuk merenungkan dan menghayati beberapa hal yang akan saya sampaikan.

Hal pertama, saya benar-benar memantau langsung pembahasan Rancangan Perubahan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Saya, bahkan mengoreksi langsung draft RUU yang kala itu dibuat oleh Kemenristek-Dikti. Mohon maaf, jika saya bongkar draft tersebut. Saya menugaskan kader-kader saya di Pansus RUU tersebut untuk mempertahankan draft yang saya susun, terutama terkait prinsip-prinsip bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga, draft RUU yang tadinya kembali memosisikan science just for science, menitikberatkan IPTEK untuk kepentingan HANYA PEMBANGUNAN IPTEK. Jujur, draft yang berasal dari KemenristekDikti tersebut, saya balikkan 180 derajat, sehingga ada dalam paradigma: SCIENCE FOR HUMANITY, SCIENCE FOR PEACE, SCINCE FOR OUR NATION, SCIENCE FOR OUR PEOPLE’S LIVE. Singkatnya, RUU yang kemudian disahkan oleh Presiden Jokowi sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau SISNAS IPTEK, menjadin hukum positif yang mematrikan SCIENCE BASED POLICY. IPTEK sah secara hukum berperan sebagai landasan kebijakan pembangunan nasional. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka riset dan inovasi, termasuk penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan IPTEK menjadi landasan perumusan dan perencanaan pembangunan nasional, yang BERPEDOMAN PADA HALUAN IDEOLOGI PANCASILA (silakan cek Pasal 5a UU SISNAS IPTEK). Pembangunan yang dimaksud adalah di segala bidang kehidupan, bukan sekadar pembangunan di bidang IPTEK. Segala bidang kehidupan, baik politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, bahkan mental, dan spiritual.

Hal kedua, semua pemikiran yang saya tuangkan dalam draft Undang-Undang SISNAS IPTEK, terus terang saja, adalah untuk mendukung gagasan Presiden Jokowi, tentang bagaimana mewujudkan Indonesia sebagai negara industri maju. Hal ini sesungguhnya adalah cita-cita Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno. Kenapa Indonesia harus bisa menjadi negara industri? Jawabannya, agar negara ini terutama mampu memenuhi lima prioritas bidang kesejahteraan rakyat, yaitu: (1) sandang, pangan dan papan; (2) pendidikan dan kesehatan; (3) pekerjaan, sosial dan jaminan sosial; (4) infrastruktur dan lingkungan hidup; (5) agama, kercayaan dan kebudayaan. Yang nomor lima (5) adalah pondasi bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, kehidupan yang berketuhanan dengan berkeadaban dan berkebudayaan, dengan saling hormat-menghormati antar pemeluk agama dan kepercayaan. Itulah prinsip sesungguhnya dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Saudara-saudara,

Menjadi negara industri maju bukan berarti tidak berorientasi pada kepentingan nasional. Kepentingan nasional adalah kepentingan rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI yang berBhineka Tunggal Ika, yang berpegang teguh pada prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebangsaan, Keadilan dan kesejahteraan.

Hal ketiga, untuk mewujudkan hal-hal di atas, kuncinya ada pada riset dan inovasi IPTEK nasional kita sendiri, yang dijalankan oleh BRIN. Saya yakin Presiden Jokowi memiliki arah pemikiran yang sejalan dengan amanat UU SISNAS IPTEK, antara lain:

Struktur, organisasi, tugas dan fungsi Badan Riset dan Inovasi Nasional adalah mengintegrasikan dan mengonsolidasikan, bukan hanya anggaran, tetapi juga sumber daya riset, baik Sumber Daya Manusia, infrastruktur, maupun anggaran penelitian dan pengembangan, serta pengkajian dan penerapan (atau disingkat litbangjirap), yang ada di Kementerian/Lembaga dan LPNK (silakan lihat Pasal 48 UU SISNAS IPTEK).

Struktur organisasi BRIN, TIDAK BOLEH LAGI BEORIENTASI dan BEROPERASI pada watak birokratisasi. BRIN harus beorientasi pada RUMPUN KEILMUAN. Ini praktek yang juga lazim terjadi di badan-badan riset nasional negara lain. Hasil kerja Sumber Daya IPTEK Indonesia, tidak boleh lagi hanya berujung pada kertas laporan belaka. Azas kegunaan dan kemanfaatan untuk pembangunan nasional harus dipastikan (silakan lihat Pasal 6 dan Pasal 7 UU SISNAS IPTEK).

Mekanisme dan struktur organisasi BRIN memastikan secara bertahap pendanaan bagi riset dan inovasi nasional, tidak tergantung pada anggaran negara. Namun pendanaan secara bertahap bersumber dari hasil kerjasama dengan Badan Usaha. Telah diatur terkait tax deduction hingga 300% bagi Badan Usaha yang mengalokasikan dananya untuk riset dan inovasi nasional (silakan lihat Pasal 38 dan Pasal 63 UU SISNAS IPTEK, juga Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019). Tetapi, saya ingatkan maksudnya bukan berarti BRIN profit oriented. Mohon dengan hormat dikaji lagi niat untuk men-design BRIN beroperasi seperti holding company. Para cerdik cendikia yang ada di Kemenristek sekarang, dan terutama Menristek, tentu dapat dengan jelas membedakan makna integrasi litbang Kementerian/Lembaga dan operational holding. Ingat, BRIN adalah badan negara, yang dibiayai APBN. Sekali lagi, tidak boleh profit oriented. Dana yang masuk dari Badan Usaha dalam negeri, maupun dari luar, tentu tak bisa “selonong boy” ke dalam BRIN, tidak bisa tanpa mekanisme yang telah diatur dalam sistem keuangan negara kita.

Saudara-saudara,

Saya mendapat informasi pula (semoga tidak benar), BRIN pun akan dioperasikan dengan konsep seperti PTNBH. Silakan baca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Perguruan Tinggi dioperasikan dengan model Badan Hukum Milik Negara. Putusan MK tersebut menjadi dasar UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sebaiknya lakukan riset hukum dengan cermat, apakah UU SISNAS IPTEK mengamanatkan hal yang sama dengan UU Pendidikan Tinggi yang berskema PTNBH. Jika tidak, sudah dapat saya pastikan, apabila BRIN beroperasi dengan skema seperti PTNBH, jelas akan ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Hal keempat yang ingin saya sampaikan, perkenankan saya mengingatkan kembali amanat Presiden Jokowi pada tanggal 6 Januari 2020, bahwa “soal kedaulatan adalah hal prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar”. Tentu saja, hal ini juga berlaku dalam arah pembentukan BRIN. Kemitraan IPTEK dengan luar negeri harus dipastikan menjamin terjadinya alih teknologi, dengan tetap berpedoman pada prinsip politik luar negeri bebas aktif (silakan dilihat pasal 72 ayat 4 UU SISNAS IPTEK).

Saudara-saudara,

Indonesia tidak anti asing, termasuk dalam bidang IPTEK. Tetapi, tentunya kerjasama dengan bangsa lain pun harus berpegang pada prinsip kedaulatan negara. Kerjasama dan bantuan dari negara lain dalam bidang IPTEK, bukan berarti kita mengikat kaki dan tangan kita sendiri, sehingga tak mampu berlari cepat mengejar segala ketertinggalan. Kerjasama, tentu bukan bermakna kita membelenggu bangsa sendiri, lantas menyerahkan regulasi dan kebijakan pembangunan pada bangsa lain.

Saya yakin, tidak ada satu pun negara, tidak akan ada satu bangsa pun di kolong langit ini, yang mau menyerahkan riset nasional mereka, yang menyangkut keberlangsungan hidup bangsa dan negaranya pada orang lain. Saya tahu pasti, Presiden Jokowi sebagai pemimpin nasional, memperjuangkan hal tersebut, memperjuangkan kerjasama Indonesia dengan negara lain dengan 8 tujuan terciptanya perdamaian dunia, seperti amanat Pancasila.

Saudara-saudara, hal kelima yang ingin saya sampaikan, sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (BPIP), saya akan meminta BPIP untuk membuat diskusi terbuka. Diskusi dengan tema khusus untuk memberikan masukkan kepada Presiden terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Mohon maaf Pak Presiden, saya tak ada maksud untuk mencampuri urusan teknis riset dan inovasi. Rencana ini semata sebagai upaya agar dari awal mula BRIN dibentuk, jelas orientasi dan maksud bagi kepentingan rakyat, bangsa dan negara. BRIN adalah badan yang akan merintis terbukanya jalan IPTEK sebagai landasan merumuskan dan merencanakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

Tak akan ada yang kita sembunyikan pada siapa pun. Diskusi yang akan BPIP adakan, direncanakan mengundang berbagai pihak, bukan hanya Kementerian dan Lembaga terkait, tetapi juga pakar hukum dan pakar dari berbagai bidang keilmuan. Kalau diperlukan, kita undang perwakilan negara-negara sahabat. Kita bangsa yang terbuka menerima masukkan, tetapi kita juga adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Saya bersama Presiden Jokowi, dan tentunya bersama seluruh rakyat Indonesia, akan terus berjuang untuk mewujudkannya!

Terima kasih

Wassalammualaikum, Wr, Wb

Om Shanti Shanti Shanti Om

Salom

Salam Pancasila!

Kamis, 30 Januari 2020

Rakornas Kemenristek/BRIN 2020, Gedung Graha Widya Bhakti, Puspitek, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten

Dr. (H.C) Hj. Megawati Soekarnoputri

Presiden ke-5 Republik Indonesia dan Ketua Dewan Pengarah BPIP