Ilustrasi: Megawati Soekarnoputri/istimewa

Koran Sulindo – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyaksikan pameran lukisan koleksi Presiden RI pertama Soekarno, yang juga ayah kandungnya, telah dihibahkan kepada negara ditampilkan di Galeri Nasional, Jakarta. Menurut Presiden Kelima RI itu, sebuah rasa itu ungkapan jiwa dalam setiap karya seni.

“Berkesenian itu bukan hanya karena tren. Kalau orang Jawa ada yang namanya ‘roso’. Ini sulit diterjemahkan, tetapi mungkin orang tua mengerti apa yang dimaksud ‘roso’ itu,” ujar Megawati seperti dikutip antaranews.com, Kamis (10/8).

Lukisan sebanyak 48 buah yang ditampilkan merupakan karya para pelukis terkenal yang diberikan kepada Soekarno. Soekarno kemudian menghibahkan lukisan tersebut kepada negara untuk dipajang di Istana Kepresidenan baik di Jakarta, Bogor, Yogyakarta dan Bali.

Megawati juga menyebut nama pelukis legendaris Basuki Abdullah yang banyak melahirkan karya fenomenal sejak sebelum kemerdekaan hingga kemerdekaan.

Menurut Megawati, banyak lukisan yang dikumpulkan Bung Karno merupakan karya Basuki Abdullah.

“Kebetulan kalau saya dengar dari beliau bahwa para pelukis juga ikut berjuang meraih kemerdekaan juga membuat strategi menuju kemerdekaan,” ujar Megawati.

Megawati tampak menikmati lukisan-lukisan milik ayahnya itu sembari berdialog dengan salah satu kuratornya yakni Asikin Hasan.

Kepada wartawan, Asikin menjelaskan bahwa Megawati merupakan tokoh yang sangat mengenal lukisan-lukisan milik Istana Kepresidenan ini karena Mega sejak kecil sudah tinggal di lingkungan Istana Kepresidenan. “Beliau akrab sekali karena sejak kecil sudah melihat lukisan-lukisan itu. Dengan beberapa pelukisnya pun ibu Mega kenal,” kata Asikin.

Megawati mengusulkan agar pameran lukisan diberikan deskripsi mengenai lokasi yang ditampilkan dalam lukisan. “Memang cukup bagus juga kalau menampilkan deskripsi terutama mengenai lukisan pemandangan,” jelas dia.

Asikin mengatakan lukisan milik Istana Kepresidenan sebenarnya berjumlah 3.000 lebih. Namun untuk pameran kali ini hanya dipilih 48 lukisan yang dipamerkan.

“Kami memilih lukisan yang kira-kira sangat kecil potensinya untuk rusak, dan sesuai dengan tema pameran kali ini Senandung Ibu Pertiwi,” kata dia.

Dalam pameran bertema “Senandung Ibu Pertiwi” terdapat sejumlah lukisan berusia tua, antara lain Lukisan Perkawinan Adat Rusia karya pelukis abad 19 Konstantin Eforovick Makovsky, hadiah dari Rakyat Rusia melalui Pemimpin Uni Republik-republik Sosialis Soviet Nikira Khrushchev kepada Soekarno. Lukisan berusia 125 itu ditampilkan dalam bentuk LED TV, karena lukisan aslinya yang berada di Istana Bogor tidak mungkin dihadirkan dalam pameran. Terlebih ukurannya sangat besar sehingga sulit untuk dipindahkan, selain menghindari kerusakan lukisan tersebut.

Kemudian, lukisan berjudul “Pantai Flores” karya Basoeki Abdullah tahun 1942. Menurut Asikin, lukisan ini berawal dari lukisan Bung Karno diatas kertas, kemudian Bung Karno meminta Basoeki Abdullah melukis kembali diatas kanvas dengan ukuran besar.

“Jadi sangat menarik bagaimana Basoeki Abdullah melukis berdasarkan pandangan mata Bung Karno, karena Basoeki Abdullah sendiri tidak pernah ke Flores,” ujar Asikin.

Selain itu, ada lukisan berjudul “Harimau Minum” karya Raden Saleh 1863. Lukisan ini merupakan salah satu lukisan favorit Bung Karno karena sosok harimau diibaratkan sebagai Bung Karno yang memiliki jiwa pemimpin.

Selanjutnya dalam pameran juga ditampilkan sejumlah lukisan wanita, seperti Lukisan “Wanita Berkebaya Hijau “karya M Thamdjidin 1955, Lukisan Wanita Berkebaya Kuning karya Sumardi 1964 serta Lukisan Njai Roro Kidul karya Basoeki Abdullah 1955. [CHA]