Megawati Soekarnoputri di Kampus IPDN, Jatinangor, Jawa Barat, 8 Maret 2018

Koran Sulindo – Pengambilan keputusan politik bukan sekadar mempertimbangkan teknis administratif, yang malah membuat jarak dengan rakyat. Misalnya, dengan hanya menghitung untung rugi dari sisi anggaran sesaat.

Hal itu disampaikan Presiden RI Kelola Megawati Soekarnoputri dalam orasi ilmiah usai menerima Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Politik dan Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (8/3).

“Keputusan politik tidak boleh diambil hanya mempertimbangkan aspek finansial kas negara belaka,” tegas Megawati.

Hadir dalam acara anak-anak Megawati, yakni Muhammad Rizky Pratama, Muhammad Prananda Prabowo dan Puan Maharani, dan sejumlah pejabat negara seperti Mendagri Tjahjo Kumolo, Seskab Pramono Anung, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Serta jajaran DPP PDI Perjuangan, seperti Sekjen Hasto Kristiyanto dan pimpinan partai lainnya.

Ketua Umum PDI Perjuangan itu menuturkan, saat ini dirinya sedang memperjuangkan nasib para peneliti madya Indonesia terkait penerbitan aturan menteri yang mempercepat usia masa pensiun bagi peneliti, dari usia 65 tahun, menjadi 60 tahun.

“Padahal bangsa ini sangat kekurangan peneliti. Dari awal saya telah memberi saran kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, agar membuat kajian pemetaan aparatur negara. Artinya, reformasi birokrasi harus secara tepat memperhitungkan mana aparatur yang harus dipangkas, mana yang harus dipertahankan dan diprioritaskan untuk kepentingan pembangunan,” tegas ketua umum PDI Perjuangan ini.

Menurut Megawati, tidak ada salahnya jika aturan tersebut ditinjau kembali. “Apalagi saat ini kita sedang berupaya membangun Science Based Policy,” kata Megawati.

“Dengan sudah diputuskannya MEA, saya sangat khwatir suatu saat, justru profesor-profesor terbaik kita ini dibawa pergi negara lain untuk jadi peneliti-peneliti yang baik. Bagaimana kalau seperti demikian? Saya sengaja menyentuh persoalan ini untuk bisa didengar seluruh peneliti, profesor dan pejabat yang ada. Jangan diputuskan sesuai umur,” imbuh Megawati.

Hak Politik Kaum Perempuan

Dalam orasinya, Megawati tak lupa mengucapkan selamat Hari Perempuan Internasional 8 Maret yang bertepatan dengan hari pemberian gelar doktor kehormatan bagi dirinya.

“Hari Perempuan Internasional merupakan peringatan atas pengakuan hak politik bagi kaum perempuan di dunia,” kata Megawati parau seraya menahan haru.

“Perkenankan saya ucapkan Selamat Hari Perempuan Internasional kepada seluruh perempuan Indonesia,” kata Megawati.

Megawati mengatakan, pada 1928, Bung Karno pernah membuat tulisan yang berjudul ‘Kongres Kaum Ibu.’ Di situ, sang proklamator menjelaskan bahwa persoalan emansipasi perempuan tidak hanya sebatas persoalan persamaan hak dan derajat antara kaum laki-laki dan perempuan.

“Persoalan emansipasi perempuan bagian dari emansipasi bangsa. Artinya, keterlibatan dan kesadaran dari kaum perempuan untuk bersama kaum laki-laki mewujudkan bangsa Indonesia yang Merdeka,” kata Megawati.

Megawati mengatakan, gagasan Bung Karno tersebut menjadi landasan baginya dalam berpolitik, bahwa politik tidak boleh diskriminatif.

“Politik harus membuka ruang dan akses partisipasi seluruh rakyat. Rakyat adalah rakyat. Seluruh rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama. Setiap rakyat memikul tanggung jawab yang sama dalam berkontribusi pada kepentingan nasional,” kata Megawati.

Ruang dan akses bagi rakyat terhadap keputusan-keputusan pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, juga mental dan spiritual hanya dapat terjadi jika pemerintah membukanya.

“Artinya, kekuasaan politik yang dijalankan oleh pemerintah harus mampu menjamin, melindungi dan memastikan partisipasi rakyat dalam pembangunan,” ujarnya.

Berdasarkan hal itu, lanjut Megawati, maka arah politik adalah hal inti di dalam suatu pemerintahan. Bukan dua hal yang terpisah.

“Pemerintahan tanpa politik yang jelas, ibarat kapal tanpa kompas. Pemerintahan tanpa pemimpin yang memiliki visi misi politik yang jelas, ibarat kapal tanpa nahkoda, yang akan hancur karena membentur karang atau tenggelam karena diterjang badai,” ujarnya.

Rektor IPDN, Prof Ermaya Suradinata, menjelaskan pemberian gelar Doktor Honoris Causa dilakukan setelah tim promotor mempelajari dan menilai dengan seksama gagasan, prestasi, jasa yang luar biasa dari Megawati selama menjadi Presiden ke-5 RI.

Setidaknya ada 9 gagasan, prestasi dan jasa Megawati yang menjadi dasar pemberian gelar kehormatan ini. Antara lain mendorong penataan pemerintahan yang baik melalui dukungan terhadap amandemen konstitusi UUD 1945 dan menggagas perlunya koridor desentralisasi dalam bentuk grand design otonomi daerah.

“Dalam forum berwibawa ini, tim promotor mempunyai alasan yang kuat untuk meganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Politik dan Pemerintahan kepada Ibu Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri,” ujar Prof Ermaya. [CHA]