Megawati: Emansipasi Perempuan Bagian dari Emansipasi Bangsa

Ilustrasi: Megawati Soekarnoputri Presiden Perempuan pertama Indonesia dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)/pdiperjuangan.id

Koran Sulindo – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan persoalan emansipasi perempuan adalah bagian dari emansipasi bangsa, bukan sekadar persamaan hak dan derajat perempuan dengan laki-laki. Emansipasi perempuan berarti kesadaran kaum perempuan bersama laki-laki dalam mewujudkan Indonesia merdeka.

Presiden kelima Republik Indonesia itu menyarikan pendapatnya tersebut berdasar tulisan ayahnya pada 1928, Presiden pertama Soekarno, yang berjudul “Kongres Kaum Ibu”.

“Gagasan Bung Karno tersebut menjadi landasan bagi saya dalam berpolitik. Politik tidak boleh diskriminatif. Politik harus membuka ruang dan akses partisipasi seluruh rakyat,” kata Megawati, dalam pidatonya seusai menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), di Jatinangor, Jawa Barat, Kamis (8/3/2018).

Menurut Megawati, seluruh rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama. Setiap rakyat memikul tanggung jawab yang sama dalam berkontribusi pada kepentingan nasional. Ruang dan akses bagi rakyat terhadap keputusan-keputusan pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, juga mental dan spiritual hanya dapat terjadi jika pemerintah membukanya.

“Dengan kata lain, kekuasaan politik yang dijalankan oleh pemerintah harus mampu menjamin, melindungi dan memastikan partisipasi rakyat dalam pembangunan,” katanya.

Di luar teks, Megawati mengatakan dalam konteks kesetaraan hak politik bagi perempuan, sebagai ketua umum partai, ia mengakui selalu mengalami kesulitan untuk memenuhi persyaratan 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai. Kesulitan itu menurutnya juga dialami seluruh pimpinan partai lain.

“Memang maksud dan niat untuk memberi kuota 30 persen sangat baik, tapi tataran di lapangan atau kenyataan sangat sulit sampai hari ini,” katanya.

Putri pertama Bung Karno itu mengatakan pernah bertanya kepada seorang kader perempuan atas alasannya mau masuk dalam politik. Perempuan itu mengatakan ingin memiliki karier yang baik dalam politik. Megawati melihat perempuan itu memang betul-betul aktif dalam berpolitik.

Namun suatu hari perempuan itu menghadap Megawati, meminta maaf karena harus mengundurkan diri.

“Alasannya sangat memprihatinkan. Karena harus memilih antara suami dengan politik. Saya lalu lemas, merasa tidak bisa memberi usul dan saran karena itu sudah masuk ranah keluarga,” katanya.

Dalam pengamatannya, terjadi fenomena yang terus berjalan setelah Indonesia merdeka, yaitu kaum perempuan justru semakin surut di bidang politik.

“Berbeda dengan ibu-ibu waktu masih berjuang dengan bapak-bapak, masih terlihat gairah dan kiprah di bidang politik,” kata Megawati.

Pancasila dan UUD 1945 Pancang Politik Pemerintah

Dalam orasinya, Megawati juga mengatakan tujuan politik dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, secara tegas telah diguratkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea keempat, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Pemerintahan yang dimaksud adalah Pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.

“Alinea tersebut merupakan pancang bagi demokrasi Indonesia, yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Demokrasi yang tidak memisahkan antara politik dan ekonomi. Demokrasi yang berbeda dengan demokrasi liberal, yang lebih menonjolkan individualisme,” kata Megawati.

Politik pemerintahan yang berbasis pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dijalankan tanpa politik legislasi.

“Indonesia adalah negara hukum. Seluruh program pembangunan pun harus jelas dasar dan payung hukumnya,” katanya.

Politik pemerintahan itu  harus diatur dalam undang-undang rencana pembangunan nasional, yang menjadi dasar dari politik anggaran untuk membiayai pembangunan. Politik anggaran yang akan diputuskan kembali harus melalui politik legislasi, yaitu UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

“Jadi, visi misi pembangunan yang merupakan upaya pembumian dari Pancasila pun, hanya dapat dijalankan jika dijabarkan, dirumuskan, serta diputuskan  di dalam undang-undang rencana pembangunan nasional!” kata Megawati. [CHA/DAS]