Ilustrasi: Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri berkunjung ke ke Pusat Jaringan Gempa Bumi Tiongkok (China Network Earthquake Center/CNEC) di Beijing/Istimewa

Koran Sulindo – Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri meminta agar sistem penanganan bencana di Indonesia diperbaiki secara holistik. Tujuannya agar bencana sudah bisa dihadapi sejak dini, dengan demikian korban manusia juga bisa diminimalkan seminimal mungkin.

Hal itu diungkap oleh Megawati usai berkunjung ke Pusat Jaringan Gempa Bumi Tiongkok (China Network Earthquake Center/CNEC) di Beijing, Selasa (9/7/2019).

Pusat tersebut semacam Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Indonesia. Dalam kunjungannya itu, Megawati diajak untuk melihat sejumlah fasilitas penanganan dini bencana. Termasuk kisah mengenai salah satu gempa di Provinsi Sichuan, dimana masyarakat sudah mendapat pemberitahuan akan gempa pada 35 detik sebelum kejadian. Pemberitahuan lewat televisi maupun pesan singkat di smartphone.

Megawati mengakui Tiongkok masih lebih baik dari Indonesia dalam memperkuat kemampuan deteksi dini hingga penyebaran informasi soal gempa. Salah satu contoh lainnya, Tiongkok telah membangun 1000 lebih titik pengukuran seismik di seluruh wilayahnya. Alat-alat itu menjadi semacam detektor terjadinya gempa. Semakin banyak alat yang dipasang, semakin akurat dan cepat informasi soal gempa diperoleh.

“Kalau menurut saya, kita masih ketinggalan secara teknologi dan secara struktural. Mereka sampai bisa menempatkan detektornya itu sampai di dusun. Jadi sudah sampai segitu respon dan perhatian, yang seharusnya segera dibuat juga oleh kita,” ujar Megawati.

Begitupun dalam penjagaan dan pemeliharaan alat deteksi dini. Dulu saat menjabat presiden, Megawati mengingat dirinya meminta alat-alat deteksi itu dipasang. Namun tak pernah dilihat dan diperiksa, sehingga akhirnya menjadi besi tua saja. “Ini tak boleh terjadi lagi,” imbuhnya.

Untuk membenahinya, Megawati menilai tak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Struktur, teknologi, kebijakan, teknis lapangan, hingga politik anggaran negara untuk penanganan bencana harus diperbaiki bersama. Baginya, Tiongkok bisa mencapai kondisi penanganan bencana saat ini pastinya akibat proses perencanaan yang holistik dan tak sepotong-sepotong.

“Bukan berarti kita harus selalu melihat Tiongkok. Tetapi kan kalau hal-hal yang baik yang bisa memaksimalkan kerja, menurut saya bisa saja diadopsi. Sejauh ini belum terlalu memadai baik dari kebijakannya, politik anggarannya maupun teknis di lapangannya,” katanya.

Dari kunjungannya ke CNEC tersebut, Megawati mengaku sangat ingin agar BMKG Indonesia memiliki kemampuan mengetahui, misalnya gempa akan terjadi dan hingga berapa kekuatannya, sebelum gempat benar-benar terjadi.

Yang selanjutnya, informasi itu bisa disampaikan ke masyarakat dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang akan segera bekerja cepat kalau bencana besar memang akan datang.

Salah satu contoh keterlambatan yang disebut Megawati adalah kasus bencana liquifaksi di Palu, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu.

“Jadi liquifaksi yang di Palu itu merupakan sebuah kebobolan dari kita sendiri. Tidak perlu saling menyalahkan. Kita harus selalu memperbaharui dengan sebuah kecepatan yang maksimal,” kata Megawati. [CHA/Didit Sidarta]