Koran Sulindo – Para ilmuwan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI rupanya masih belum menemukan “rumus” jitu untuk memecahkan masalah organisasi yang membelit lembaganya. Sudah lebih dari sebulan, lembaga itu masih saja kisruh.
Masalahnya bermula ketika Kepala LIPI Laksana Tri Handoko membuat aturan tentang reorganisasi internal. Banyak yang gerah dengan peraturan itu, karena ada ancaman pemindahan tugas, pemangkasan tenaga kerja, dan penunjukan pejabat pelaksana tugas (Plt.) di bidang-bidang tertentu.
Soal penunjukan tersebut dinilai oleh banyak peneliti LIPI berpotensi bermasalah karena tidak transparan. Belasan peneliti dicopot dari jabatannya dan dipindahkan ke posisi lain, menurut mereka, tanpa ada penjelasan memadai.
Protes pun diungkapkan, termasuk dalam bentuk unjuk rasa. Pada 15 Februari 2019, misalnya, mereka yang memprotes peraturan itu kembali berdemonstrasi.
“Ada yang dirotasi tidak pakai assessment [penilaian], suka-suka. Apa yang terjadi? Jadi, unit-unit yang orang-orangnya dipindah-pindahin kemudian cari cantolan ke atas supaya dia tidak dipindahin. Ini kan jadi kacau. Dan, yang dipindahin itu tidak ada kapasitasnya apa, pindah segala macam, diturunin grade-nya, bahkan di-PHK kayak gitu,” kata Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik LIPI Hermawan Sulistyo pada aksi unjuk rasa 15 Februari itu.
Dicontohkan Hermawan, pemecatan terjadi terhadap juru ketik dan office boy. Alasannya: untuk efisiensi anggaran. Padahal, pekerjaan mereka sangat membantu saat peneliti mengerjakan tugasnya.
“Semua honorer itu di-PHK tanpa ada jalan keluarnya,” tuturnya.
Masalah ini, lanjutnya, telah disampaikan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB); Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), dan; Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kami sudah ke DPR, sudah ke Kemristekdikti, sudah ketemu Menteri PAN. Semuanya sudah disampaikan. Menteri PAN sudah bilang, dia akan menegur,” tutur profesor yang kerap dipanggil Kiki itu.SEBENARNYA, pada 8 Februari 2019 sudah diadakan musyawarah antara sejumlah pegawai, peneliti, dan profesor dengan Kepala LIPI Laksana Tri Handoko. Dalam kesempatan itu, mereka yangh tidak setuju terhadap Peraturan Kepala LIPI Nomor 1 tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI mengajukan lima poin tuntutan untuk ditandatangani Kepala LIPI.
Pertama: menghentikan sementara atau memoratorium kebijakan reorganisasi kepegawaian LIPI. Kedua: membentuk tim evaluasi reorganisasi LIPI yang beranggotakan perwakilan masing-masing kedeputian. Ketiga: mengkaji ulang kebijakan reorganisasi LIPI, dengan melibatkan seluruh sivitas secara inklusif, partisipatif, dan humanis. Keempat: membangun desain LIPI dengan tahapan yang jelas. Kelima: selama proses pengkajian ulang berlangsung, tata kelola LIPI dikembalikan pada struktur yang sesuai dengan Peraturan Kepala LIPI Nomor 1 Tahun 2014.
Dalam keterangan pers-nya, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko menjelaskan, reorganisasi dan redistribusi menjadi titik awal pembenahan manajemen internal di LIPI. Tujuannya: menjadikan LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan berkelas dunia.
“Pembenahan internal harus tetap dilakukan sebagai upaya transformasi LIPI memenuhi tuntutan keberadaaanya sebagai lembaga riset. Kami berupaya maksimal agar pelaksanaanya berjalan dengan baik sehingga target kelembagaan bisa tercapai,” ungkap Handoko.SEBAGAI respons atas berbagai protes yang bermunculan, Handoko pun kemudian antara lain membentuk tim evaluasi. Peraturan baru yang ia terbitkan akan dikaji lagi.
Kendati demikian, ungkap Handoko, organisasi harus tetap berjalan dan adalah penting untuk memberi kepastian bagi sumber daya manusia pendukung penelitian. Untuk itu, redistribusi atau mutasi sumber daya manusia pendukung tetap dilakukan, karena sebagian memerlukan kepastian dari hasil telaah yang sudah disiapkan sejak tahun 2018 lalu.
“Ini diyakini merupakan upaya perbaikan proses bisnis pendukung penelitian LIPI,” tutur Handoko.
Kementerian PANRB pun akhirnya turun tangan juga. Menurut Menteri PANRB, pemerintah akan membentuk tim penyelaras lintas kementerian untuk menyelesaikan masalah itu.
“Jalan keluarnya adalah membentuk tim penyelaras, terdiri dari Kementerian Ristek dan Dikti; Kementerian PANRB; BKN, dan; LIPI sendiri. Tim itu akan menyelesaikan masalah ini,” ungkap Menteri PANRB Syafruddin dalam konferensi pers bersama Kepala LIPI Tri Handoko dan jajarannya di Jakarta, 18 Februari 2019.
Diungkapkan Syafruddin, saat ini ada opini kurang baik di internal LIPI sehubungan dengan rencana reorganisasi untuk lebih mengedepankan fungsi penelitian dibandingkan fungsi administrasi. “Gejolak ini terjadi sebulan terakhir. Yang menjadi catatan saya, ada semacam miskomunikasi antara Kepala LIPI, staf, dan anggota, sehingga terjadi semacam gap,” katanya.
Ia menjelaskan, reorganisasi LIPI memang mencakup beberapa pergeseran jabatan dari tingkat struktural menjadi fungsional. Namun, pada prinsipnya tidak ada jabatan yang hilang.
Salah pengertian antara kepala, staf, dan personel LIPI, menurut Syafruddin, terjadi karena eksekusi reorganisasi yang tidak sempurna. Karena itu, ia meminta Kepala LIPI beserta stafnya menghentikan sementara hal-hal yang dapat menciptakan situasi tidak kondusif dan membiarkan tim penyelaras bekerja menyelesaikan persoalan tersebut.
“Biarkan tim bekerja, supaya semua pihak bisa menerima. Ini kan ada sebagian yang tidak menerima. Jangan buat opini yang membuat kisrruh di masyarakat, apalagi ini lembaga penelitian yang sangat sakral,” tuturnya. [PUR]