Tim Balai Arkeologi (Balar) Bandung melakukan penelitian di Gua Pawon Desa Gunung Masigit Kecamatan Cipatat KBB, Selasa (21/3).

Koran Sulindo – Tim penggalian Gunung Pawon dari Balai Arkeologi Bandung telah menemukan tujuh rangka manusia prasejarah di Situs Gua Pawon, Desa Gunung Masigit, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Penemuan itu ibarat keping-keping puzzle yang melengkapi kronologi keberadaan manusia prasejarah di tanah Jawa Barat.

Ekskavasi arkeologi di Gua Pawon dimulai pada 2003, setelah sejumlah artefak dan fragmen tulang belakang manusia ditemukan di wilayah Cekungan Bandung.

Teka-teki keberadaan manusia prasejarah di Gua Pawon terjawab pada September 2003 dengan ditemukannya kerangka manusia prasejarah berupa tulang tengkorak, bagian rahang atas dan bawah, yang kemudian disebut Rangka I.

Temuan itu menyemangati tim melakukan penggalian lebih dalam lagi. Dalam rentang waktu 2004-2017, Tim Ekskavasi Gua Pawon telah menemukan tujuh individu prasejarah yang disebut Manusia Pawon.

Ketujuh individu itu diwakili tiga temuan bagian rangka, yakni Rangka I, Rangka II berupa bagian tulang tengkorak sebelah belakang, dan Rangka V berupa bagian rahang atas dan bawah. Ketiga individu ini ditemukan di lapisan budaya berumur sekitar 5.600 tahun yang lalu.

Sementara empat individu lain ditemukan di kedalaman yang berbeda dalam posisi terlipat atau flexed burial.

Rangka III dengan kronologi budaya 7.300 tahun yang lalu, ditemukan dalam kondisi yang paling utuh. Sekitar 20 sentimeter di bawahnya, terkubur Rangka IV yang berusia 9.500 tahun yang lalu.

Semakin dalam menggali, tim menemukan rangka manusia yang umurnya semakin tua. Di kedalaman 235 sentimeter, Rangka VI yang berumur 10 ribu tahun yang lalu, ditemukan. Sedangkan Rangka VII yang berusia 11 ribu tahun lampau, terkubur di kedalaman 245 sentimeter.

Mata rantai yang hilang

Penemuan ketujuh individu ini dianggap penting untuk mengisi mata rantai jejak manusia prasejarah yang hilang.

Sebelumnya, ditemukan potongan gigi seri manusia prasejarah berusia 600 ribu tahun yang lalu di Tambaksari Ciamis, 8 Juli 1999 silam.

Tim juga menemukan rangka manusia purba dengan usia yang lebih muda sekitar 45 tahun sebelum Masehi di Situs Subang Larang.

Manusia purba dengan usia lebih muda juga ditemukan di Karawang yang diberi nama Manusia Buni. Manusia purba ini diperkirakan hidup di awal-awal periode Masehi.

“Jadi paling tidak, kita melihat temuan Pawon ini sudah mengisi mata rantai prasejarah yang pernah ada dan hidup di kawasan Jawa Barat di masa lalu,” kata Ketua Tim Eskavasi Gua Pawon, Lutfi Yondri, saat ditemui di lokasi eskavasi Gua Pawon di Desa Gunung Masigit Padalarang Kabupaten Bandung Barat, awal Mei lalu seperti dikutip BBC.com.

Namun, dengan rentang waktu yang cukup panjang antara temuan di Tambaksari dan Pawon, Lutfi meyakini masih ada jejak manusia prasejarah yang terkubur di tanah Jawa Barat.

Oleh sebab itu, Lutfi dan timnya melanjutkan penggalian di area Gua Pawon.

“Kita ingin mendapatkan periode yang lebih tua lagi karena dari proses migrasi untuk umur-umur hunian prasejarah seperti Pawon ini, Jawa Barat punya lapisan antara 30 hingga 35 ribu tahun yang lalu, makanya kita gali lagi,” ujar Lutfi yang juga menjabat Kepala Balai Arkeologi Bandung ini kepada wartawan di Bandung, Julia Alazka.

Sejauh ini, tim belum menemukan individu manusia prasejarah dalam proses ekskavasi lanjutan yang berlangsung hingga 22 Mei 2018 itu. Namun, mereka menemukan berbagai artefak yang terbuat dari bahan batuan obsidian, andesit, dan rijang yang diperoleh Manusia Pawon dari tempat lain.

Tim juga menemukan pemanfaatan batu gamping sebagai artefak oleh Manusia Pawon.

“Batu gamping di antaranya digunakan sebagai perkutor (alat batu pukul), juga ada yang digunakan dalam bentuk alat serpih. Perkutor digunakan untuk memecah tulang yang kemudian mereka gunakan sebagai artefak seperti lancipan,” papar Lutfi.

Indentitas Manusia Pawon

Selain penanggalan radiokarbon, Tim Eskavasi Gua Pawon menggunakan metode odontologi forensik untuk mengungkap identitas Manusia Pawon.

Melalui gigi geligi, tim bisa mengetahui lebih detil identitas rangka yang ditemukan, seperti usia kematian, ras, dan jenis kelamin.

Koordinator Odontologi Forensik, Fahmi Oscandar menyebutkan, gigi merupakan alat identifikasi yang sempurna karena memiliki daya tahan yang luar biasa meski dikubur jutaan tahun dan tidak akan hancur walaupun terendam air laut atau terbakar dengan suhu di atas 900 derajat celcius.

“Gigi ini merupakan satu kunci yang penting untuk memberikan informasi kepada kita mengenai keadaan orang yang mempunyai gigi tersebut,” kata Fahmi saat ditemui di lokasi eskavasi Gua Pawon.

Dari hasil pemeriksaan odontologi forensik terhadap gigi geligi lima Manusia Pawon, Fahmi menyimpulkan Manusia Pawon termasuk Ras Mongoloid yang umur hidupnya rata-rata 30 tahun. Rangka III, misalnya, diketahui berjenis kelamin laki-laki dan berusia di atas 20 tahun saat meninggal dunia.

“Semuanya menunjukkan rata-rata (usia kematian) 30 tahun. Ini berarti usia harapan hidup cukup rendah dibandingkan manusia modern sekarang,” papar Fahmi.

“Kita bisa buat hipotesis, mungkin saja sistem imunnya masih sangat lemah dan cara mengantisipasi serangan penyakit juga belum ada. Dengan demikian kita bisa mengungkapkan orang-orang zaman dulu masih rentan terhadap paparan penyakit. Ini sangat penting.”

Temuan menarik lainnya, lanjut Fahmi, tim tidak menemukan adanya karies di gigi geligi Manusia Pawon. Padahal sejauh ini, belum ditemukan satu pun instrumen atau artefak pembersih gigi. Di zaman itu juga belum diketahui adanya suatu keilmuan atau pengetahuan cara pembersihan gigi.

Meskipun tidak ditemukan karies, tapi terlihat adanya karang gigi yang ditunjukkan dengan penyakit periodontal atau penyakit gusi.

“Jadi terjadi resorpsi tulang-tulang rahangnya yang sangat ekstrim dan ini membuktikan terdapat karang-karang gigi. Dan kami telah mencoba mengambil ekstrak karang giginya dan dilakukan peneltian. Sasarannya untuk mencari bakteri pada zaman dulu,” kata Fahmi.

Fahmi menyakini temuan bakteri itu sangat bermanfaat bagi ilmu kedokteran gigi dan ilmu kesehatan secara umum. [CHA]