Sebagai masyarakat peladang suku Baduy sangat akrab dengan tanam menanam padi. Masa tanam padi di kampung-kampung Baduy Dalam dimulai ketika puun (pemimpin suku) sudah menanam padi. Setelah puun, berikutnya kemudian baru warga mulai menanam. Beberapa warga bahkan mempunyai hari baik yang dijadikan pegangan untuk mulai menanam padi.
Pengairan irigasi tidak dikenal dalam masyarakat Baduy, maka pertanian hanya mengandalkan hujan. Mereka juga tidak menggunakan obat-obatan kimia, walaupun sebagian masyarakat Baduy Luar sudah mengenal pestisida. Peralatan yang digunakan pun sangat sederhana dan alami, mereka tidak boleh membajak tanah dengan hewan apalagi traktor, dengan alasan akan merusak kesuburan tanah.
Pola bercocok tanam masyarakat Baduy masih sangat tradisional dan memegang adat leluhur. Biasanya, sebagai penghormatan, masyarakat Baduy melakukan ritual khusus jika hendak memulai masa tanam. Upacara membersihkan lahan sebelum ditanami disebut dengan istilah nyacar. Membakar lahan supaya subur disebut ngaduruk. Sementara, upacara proses mulai menanam padi disebut dengan ngaseuk. Bahkan soal kapan waktu tanam,mereka masih di pandu oleh letak bintang di langit.
Untuk meneruskan tradisi berladang, setiap anak Baduy akan diajak ke ladang dan diperkenalkan cara berladang sejak dini. Suku ini juga mengharuskan setiap anak yang telah menikah dan membentuk keluarga baru untuk mengerjakan ladangnya sendiri. Sebelum menikah, calon menantu laki-laki harus membantu keluarga perempuan di ladang. Tujuannya antara lain untuk dapat menilai sejauh mana laki-laki calon suami putri mereka mampu menghidupi keluarga barunya kelak.
Hasil panen padi kemudian dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan warganya sendiri. Bila ada warga yang gagal panen atau kekurangan beras, maka kemudian warga lain akan membantu mencukupi kebutuhan beras mereka. Meskipun secara garis besar suku Baduy tidak mengenal perdagangan, terutama bagi suku Baduy Dalam, karena adat melarang mereka untuk menjual hasil kebun.Tetapi bisa dikecualikan jika ada orang yang datang dan tertarik membeli hasil kebun. Perdagangan masih boleh dilakukan asalkan langsung di tempat.
Bagi warga Baduy Dalam, di setiap tanggal 15 dan 30 kalender mereka ada larangan bekerja di ladang. Sedangkan warga Baduy Luar biasa libur di setiap hari Minggu, ada juga yang libur di hari Jumat. Lewat sistem kepercayaan, adat serta niat untuk menjaga kesimbangan alam, suku Baduy mampu menghidupi diri mereka sekaligus melestarikan alam. [*]