Koran Sulindo – Sampai Sabtu sore tadi (29/9) belum ada informasi yang masuk ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait korban gempa di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.  Padahal, Kabupaten Donggala merupakan daerah yang terdampak lebih luas dibandingkan Kota Palu.

Komunikasi ke Donggala, ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, masih terputus. “Kami masih belum mendapat informasi apa pun. Komunikasi putus. Kami masih lumpuh total, tidak ada informasi yang bisa kami cangkok untuk wilayah di Donggala,” tutur Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Sabtu sore.

Namun, lanjutnya, BNPB telah mengirimkan semua tim dan bantuan logistik ke Donggala. Mereka antara lain Dinas Pemadam Kebakaran, Satpol PP, Basarnas, dan BPBD. Dengan tim itu pun, pihak BNPB tak bisa melakukan komunikasi.

“Bantuan sudah masuk ke Donggala, tetapi pas masuk Donggala sudah enggak bisa berkomunikasi,” ujar Sutopo.

Bantuan tersebut dikirimkan melalui jalur udara dan darat. Menurut dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan PLN tengah berusaha memperbaiki akses komunikasi dan listrik di Donggala dan Palu.

Diungkapkan Sutopo lagi, jumlah korban tercatat sementara yang meninggal mencapai 384 orang. Jumlah korban luka berat mencapai 540 orang. Jumlah orang hilang sebanyak 29 orang, yang berada di Kelurahan Pantoloan Induk, Kota Palu.

“Sampai dengan hari ini pukul 13.00 WIB update jumlah korban meninggal tercatat 384 orang meninggal dunia di mana tersebar di rumah sakit,” kata Sutopo.

Jenazah korban itu berada di beberapa rumah sakit, antara lain 10 orang di RS Wirabuana-Palu; 50 orang di RS Masjid Raya; 161 orang di RS Bhayangkara; 20 orang di RS Pantoloan Induk; 2 orang di Kayumalue Pajeko, dan; 141 orang di RS Undata Mamboro Palu. Jumlah korban yang dilaporkan itu merupakan korban gempa dan tsunami di Kota Palu.

“Korban disebabkan, satu, karena gempa bumi; dua, karena tsunami. Ini tercatat hanya yang ada di Kota Palu,” kata Sutopo.

Dikatakan Sutopo lagi, BNPB menilai kemampuan mitigasi di Kota Palu dan Donggala masih sangat minim. Padahal, gempa bumi dan tsunami sudah beberapa kali terjadi di dua wilayah tersebut. “Sering terjadi gempa bumi dan beberapa kali diikuti tsunami yang menimbulkan korban, lalu wilayah ini menjadi kawasan perkotaan dengan pemukiman padat, namun dengan kemampuan mitigasinya yang masih sangat minim,” tuturnya.

Setiap tahun, lanjutnya, BNPB bersama dengan BPBD melakukan sosialisasi di dua wilayah tersebut. Wilayah tersebut memang memiliki potensi gempa bumi dan tsunami yang tinggi karena dilalui patahan sesar Palu-Koro. Itu sebabnya, Kemampuan mitigasi untuk wilayah itu menjadi sangat penting.

“Patahan ini pernah menyebabkan gempa dengan magnitude 7,9 skala richter,” ungkap Sutopo.

Setiap tahun, patahan sesar Palu-Koro bergeser atau bergerak 35 milimeter sampai dengan 45 milimeter. Sementara itu, pergerakan patahan Yapen mencapai 46 milimeter per tahun.

“Sosialisasi dilakukan untuk meningkatkan kapasitas ketangguhan masyarakat dan pemerintah daerah. Kita tidak bisa menghindari fenomena gempa bumi dan tsunami, tapi kita perlu mengenali bahayanya serta risiko atau dampak yang bisa kita kurangi,” ujar Sutopo. Sosialisasi yang dilakukan BNPB bersama dengan BPBD antara lain berupa edukasi mengenai tindakan yang harus dilakukan bila terjadi gempa bumi serta sosialisasi pemasangan rambu evakuasi.

Seperti diketahui, pada Jumat kemarin (28/9), gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang wilayah Palu dan Donggala. Gempa itu diikuti tsunami, yang menyebabkan ratusan korban meninggal dunia. [PUR]