Ilustrasi karya Zikin Art Design.

Koran Sulindo – Persoalan utama negeri ini adalah korupsi dan ketidakadilan. Akan tetapi, sebagian orang menilainya negeri sudah salah sejak awal dibentuk. Itu sebabnya, mereka ingin membentuk ulang negeri ini.

Pikiran seperti ini, kata Hamdi Muluk, pakar psikologi politik Universitas Indonesia (UI), sengaja disampaikan sebagai cara membentuk opini. Sasarannya adalah generasi muda yang dengan mudah percaya bahwa negeri ini memang sudah salah sejak awal pembentukannya.

“Itu yang terjadi dan harus diwaspadai,” kata Hamdi dalam keterangan resminya seperti dikutip antaranews.com pada Sabtu (4/11).

Opini demikian, kata Hamdi, akan terus digulirkan. Ditambah lagi dengan adanya kata pribumi dan non-pribumi, penduduk lokal dan non-lokal, gubernur muslim dan non-muslim. Opini-opini demikian akan membawa masyarakat kita menuju perpecahan.

Umumnya pendapat seperti ini muncul dari politikus dan mereka yang tidak suka dengan Indonesia, termasuk juga kaum radikal yang ingin mendirikan negara khilafah dan lain sebagainya. Sulit membantah sejarah pendirian bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dengan budaya dan agama yang bebeda-beda.

Kelompok demikian menyatukan diri sebagai sebuah bangsa karena persamaan nasib: bangsa yang dijajah. Persoalan keragaman ini semestinya, kata Hamdi, sudak selesai. Ia akan tetapi bersyukur jumlah penduduk yang berpikiran terkotak-kotak itu jauh lebih sedikit ketimbang masyarakat yang menganggap persoalan negara ini sudah final.

“Tapi, perlu diwaspadai agar kelompok yang besar ini tidak terbawa arus, terutama kalangan muda,” kata Hamdi.

Hamdi karena itu berharap agar generasi muda didorong untuk berkarya yang terbaik di tiap-tiap bidang. Juga perlunya mendorong generasi muda belajar sejarah dari pemuda masa sebelum Indonesia merdeka. Dengan demikian, apapun suku dan latar belakang agamanya bisa saling membahu membawa kemajuan bagi bangsa sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain. [KRG]