ATM-Bank-BUMN
Ilustrasi/Suhartono/Indopos

Koran Sulindo – Bank Indonesia menyatakan perbankan domestik terlalu nyaman di kandang sendiri. Alasan utama karena marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) industri perbankan di Indonesia sangat tinggi. Akibatnya perbankan domestik malas berekspansi ke luar negeri karena keuntungan bunga yang diraih di kandang jauh lebih besar.

Hal ini sudah berjalan sejak 2014 dan tetap tak berubah hingga kini.

“NIM perbankan itu yang saat ini di 5 persen, seharusnya di 2,5 persen. NIM di Indonesia terlalu tinggi di dunia. NIM yang tinggi itu pula yang membuat bank kita tidak tertarik ke luar negeri, karena bisnis di Indonesia terlalu indah,,” kata Gubernur BI, Agus Martowardojo, di depan Komisi XI DPR, di Jakarta, Selasa (22/5/2018), seperti dikutip antaranews.com.

NIM merupakan selisih antara bunga pendapatan yang dihasilkan bank atau lembaga keuangan dengan nilai bunga yang dibayarkan bank kepada pemberi simpanan, seperti deposito dan instrumen pendanaan lain. NIM juga menjadi cerminan tingkat profitabilitas bank.

Angka di lapangan, marjin bunga bersih ini bahkan jauh lebih besar daripada yang dikatan Gubernur BI tersebut.

Agus akan pensiun dari BI mulai Rabu (23/5/2018) besok.

Menurut Agus, wewenang pengawasan dan pengaturan perbankan di tubuh Bank Indonesia sudah dilepas ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BI hanya mengatur atau mengakomodir fungsi perbankan melalui kebijakan makroprudensial.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, Jumat (18/5/2018), memproyeksikan hingga akhir tahun, NIM industri perbankan Indonesia masih di kisaran 5 persen.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2014,  Net Interest Margin (NIM) perbankan di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN. Keuntungan bank di dalam negeri yang tercermin dari marjin bunga bersih atau NIM sepanjang tahun lalu mencapai 4,89%.

Per akhir 2013, NIM perbankan Indonesia mencapai 4,89%, disusul Filipina yang mencapai 3,3%, Thailand sebesar 2,6%, Malaysia 2,3%, dan Singapura 1,5%.

“NIM kita cukup bagus dibanding negara-negara lain. Kita lebih unggul ketimbang NIM perbankan Filipina yang mencapai 3,3%, Thailand 2,6%, Singapura 1,5%, Malaysia 2,3%, Indonesia 4,89%,” kata Direktur Pengawasan Bank OJK, Slamet Edy Purnomo saat diskusi bersama media di Gedung OJK, Jl. Wahidin, Jakarta, Jumat (2/5/2014), seperti dikutip detik.com.

Untuk mempertahankan posisi NIM di tengah ketatnya likuiditas, bank-bank di Indonesia melakukan beberapa penyesuaian dengan menaikkan bunga kreditnya. Merunut pada data Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan, OJK mencatat pada kuartal I-2014, suku bunga kredit korporasi mengalami kenaikan 5 basis poin (bps) ke level 10,43%, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya secara year on year (yoy).

Kredit konsumsi seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga naik 8 bps menjadi 8,75%. Sedangkan kredit ritel naik 12 bps ke angka 10,71%. Untuk kredit konsumsi non KPR meningkat 12 basis poin menjadi 9,55%. Serta kredit mikro yang juga naik 13 bps ke level 9,67%.

Data soal sama pada 2016, seperti dikutip finance.detik.com, margin perbankan di Indonesia masih tertinggi di ASEAN.

Tahun 2015, Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tahun 2017 ikut Masyarakat Ekonomi Asia Pacific, tapi bunga kredit tetap paling tinggi di ASEAN.

“Sekarang di Indonesia begini angkanya, lihat, margin 5,39%,” kata Kepala OJK saat itu, Muliaman Hadad, Jumat (19/2/2016).

Pada 2016 itu, terdapat perbedaan fundamental di bidang tingkat suku bunga di ASEAN. Meskipun memang angka inflasi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, namun selisih antara inflasi dan suku bunga juga terlalu lebar, akibatnya perbankan di Indonesia sulit bersaing di tingkat ASEAN.

“Sekarang di Indonesia begini angkanya, lihat, margin 5,39%, suku bunga kredit kita 12,87%, kita double digit. Kita ingin bisa memperbaiki efisiensi agar kita bisa bersaing dengan Thailand, bertahap, dalam 1-2 tahun ini, intinya dalam insentifnya, saya bilang sampai sama dengan Thailand, karena target bisa sama kayak Thailand, Thailand sekarang sekitar 4%,” kata Muliaman.

Namun setelah 2 tahun, tetap tak ada perubahan berarti. Perbankan Indonesia tetap nyaman di kandang, dan kalah bersaing dari perbankan Asean, apalagi Asia Pasifik. [DAS]

Berikut Perbandingan Parameter Suku Bunga di Negara-negara ASEAN (2016):

Indonesia

Risk Free Rate: 7,25%

Inflasi: 3,35%

Suku Bunga Kredit: 12,87%

Net Interest Margin: 5,39%

 

Thailand

Risk Free Rate: 1,50%

Inflasi: -0,90%

Suku Bunga Kredit: 7,10%

Net Interest margin: 2,60%

 

Filipina

Risk Free Rate: 4,00%

Inflasi: 1,50%

Suku Bunga Kredit: 6,86%

Net Interest Margin: 3,35%

 

Malaysia

Risk Free Rate: 3,25%

Inflasi: 2,70%

Suku Bunga Kredit: 6,85%

Net Interest Margin: 2,35%