Mantan Ketua KPK Taufiqurrachman Ruki Akan Dimintai Keterangan di Komisi III DPR

Sulindomedia – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki akan diminta untuk memberikan informasinya terkait kasus Rumah Sakit Sumber Waras oleh Komisi III DPR. “Karena, hasil audit investigatif BPK diserahkan waktu masa pimpinan Ruki,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa saat konferensi pers di gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Selasa (18/4/2016), setelahb rapat konsultasi dengan pihak BPK. Tapi, Desmond tidak mengungkapkan kapan Ruki akan dimintai keterangannya.

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR Beny K Harman yang juga hadir dalam konferensi pers itu, Ruki dinilai bisa memberikan pandangan yang memadai atas kasus itu. Kasus tersebut, lanjutnya, telah menjadi perhatian masyarakat luas, sehingga Komisi III DPR perlu mengambil langkah untuk melakukan pengawasan, agar tidak simpang siur.

Diungkapkan Benny, audit investigatif yang dilakukan BPK atas permintaan KPK menemukan penyimpangan proses dan prosedur serta dugaan kerugian negara atas pembelian lahan tersebut. “Jadi, audit investigasi bukan inisiatif BPK, namun atas permintaan KPK,” kata Benny.

Dalam rapat konsultasi tersebut, tambah Benny, Komisi III DPR mendapat penjelasan yang lengkap tentang kasus tersebut. Sebagai badan auditor negara yang mendapat tugas dari konstitusi, Komisi III DPR memercayai temuan auditor BPK terhadap kasus lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat tersebut.

Pada Senin kemarin (18/4/2016), Wakil Ketua DPR Fadli Zon melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Sakit Sumber Waras. Sidak itu, katanya, berkaitan erat dan sesuai dengan tugasnya sebagai jajaran kepemimpinan DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan. Kunjungan itu untuk menindaklanjuti adanya dugaan kasus korupsi dalam pembelian lahan rumah sakit itu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Ia pun menuding Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berada di balik kasus ini dan harus bertanggung jawab. “Kalau kita waras, kita enggak akan berpikir panjang-panjang soal kasus ini. Menguntungkan orang lain dan merugikan negara, ya, jelas korupsi,” tutur Fadli.

Sebelumnya, pada pekan lalu, anggota III BPK Profesor Eddy Mulyadi Soepardi juga telah menyatakan tidak ada yang disembunyikan dalam audit tersebut. “Kalau mau, yang menyembunyikan kan bukan auditornya, tapi yang punya data atau cari data. Yang punya data siapa? Yang diperiksa siapa? Jangan dibalik-balik,” katanya.

Lebih lanjut Koordinator Audit Investigatif BPK untuk Kasus Rumah Sakit Sumber Waras tersebut mengatakan, audit investigatif yang dilakukan BPK berbeda dengan audit keuangan dan ia di hadapan Presiden Joko Widodo mengatakan audit investigatif BPK telah selesai. “Dan, saya yakinkan, saya pastikan, ada kerugian keuangan negara,” ujar Profesor Eddy. Tapi, ia juga mengungkapkan, BPK tidak berbicara salah dan benar. “Kenapa ada kerugian keuangan negara? Penyimpangannya begitu sempurna,” ungkapnya.

Pada Sabtu lalu (16/4/2016), Direktur Utama Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) Abraham Tedjanegara mengakui ada keterlibatan notaris Fifi di sela proses pembelian sebagian lahan Rumah Sakit (Sumber Waras oleh Pemprov DKI pada tahub 2014. Fifi adalah adik bungsu Ahok. “Notaris Fifi, setahu saya, pernah diajukan,” kata Abraham. Tapi, peran Fifi tidak sampai proses pembelian lahan seluas 3,6 hektare itu berakhir. Pembiayaan jasa Fifi, tambahy Abraham, masih menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Diduga, keterlibatan Fifi terjadi pada proses pembelian lahan, 10 Oktober dan 20 Oktober 2014. Dalam rapat 10 Oktober disimpulkan harus menunjuk pihak yang akan menandatangani surat jual-beli tanah, lahan yang diperjualbelikan belum ada surat ukur, perlu waktu sekurang-kurangnya tiga bulan untuk pengurusan jual-beli, pembelian memakai mekanisme pengalihan hak, membahas pengosongan lahan, dan wacana pembelian pintu masuk. Akan halnyadalam rapat 20 Oktober, yang turut diikuti Dinas Kesehatan (Dinkes) dan YKSW, dibahas kesepakatan pintu bersama dan waktu pengosongan lahan RSSW yang dibeli Pemprov DKI.

Lalu, di tengah proses pembelian lahan, tepatnya 10 Desember 2014, notaris yang digunakan telah berubah menjadi Tri Firdaus. Itu tercermin dari keterlibatannya pada saat penandatangan berita acara kesepakatan harga RSSW No. 4059/2014 yang dibuat di Kantor Dinkes, Jala Kesehatan, Jakarta Pusat, pukul 15.30. Tri Firdaus adalah notaris yang memiliki wilayah kerja di Jakarta Selatan, sementara lahan yang dijual berada di Jakarta Barat.

Kemudian, pada 29 Desember 2016 keluar surat dari Ketua Pengurus YKSW Kartini Muljadi, SH yang menyatakan pihak YKSW tidak keberatan dengan atas akses jalan menuju tanah tersebut menjadi jalan bersama YKSW dan Pemrov DKI Jakarta. Secara implisit, bukankah surat ini bisa dikatakan semakin menjelaskan posisi tanah yang dibeli Pemprov DKI Jakarta berada di belakang, yang masuk Jalan Tomang Utara, bukan di Jalan Kyai Tapa? [CHA/JAN/PUR]