Mantan Dirut Pertamina Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi

Karen Agustiawan/istimewa

Koran Sulindo – Kejaksaan Agung menetapkan mantan direktur utama PT Pertamina (persero) Karen Galaila Agustiawan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi terkait investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009. Kasus ini merugikan keuangan negara hingga Rp568 miliar.

Penetapan Karen sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

Kejaksaan juga menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina (Persero) Genades Panjaitan (GP) sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-14/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

Sementara mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan (FS) ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-15/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

Kejaksaan menjerat mereka menggunakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Sampai sekarang sudah 67 saksi diperiksa oleh penyidik,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum di Jakarta, Rabu (4/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Kejaksaan Agung juga telah menetapkan BK, mantan Manager Merger & Acquisition (M&A) Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: TAP-06/F.2/Fd.1/01/2018  tanggal 23 Januari 2018.

Latar Belakang

Kasus itu berawal pada 2009 ketika PT Pertamina (Persero) melakukan akuisisi (Investasi Non-Rutin) berupa pembelian sebagian aset (Interest Participating/ IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project tanggal 27 Mei 2009.

Dalam pelaksanaanya, ada dugaan penyimpangan dalam pengusulan investasi yang tidak sesuai dengan pedoman investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya studi kelayakan berupa kajian secara lengkap (Final Due Dilligence) dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.

Akibatnya, peruntukan dan penggunaan dana sejumlah 31.492.851 dolar AS serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah 26.808.244 dolar AS tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT Pertamina (Persero) dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq. PT. Pertamina (Persero) sebesar 31.492.851 dolar AS dan 26.808.244 dolar Australia atau setara dengan Rp568.066.000.000 menurut perhitungan Akuntan Publik.

Karen sudah diperiksa Kejakgung sejak Maret 2017 lalu.

Dalam kesaksian Oktober 2017, Karen mengatakan proses keputusan dalam pembelian besaran hak partisipasi (participating interest) oleh PT Pertamina (Persero) di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Kasus itu bermula PT Pertamina (Persero) pada 2009, melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd. Perjanjian jual beli ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2009 dengan modal sebesar 66,2 juta dolar Australia atau senilai Rp568 miliar. Dengan asumsi mendapatkan 812 barel per hari.

Namun, ternyata Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 hanya dapat menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pty.Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG Australia dinyatakan ditutup setelah ROC Oil Ltd, Beach Petrolium, Sojits, dan Cieco Energy memutuskan penghentian produksi minyak mentah (non production phase/npp) dengan alasan lapangan tidak ekonomis.

Dalam kasus ini, belakangan diketahui saham itu tidak liquid (tidak layak), karena setelah dibeli dengan uang negara, saham itu jatuh nilainya dan bahkan tidak bernilai (unvaluable).

Kejakgung menyatakan perusahaan eksplorasi itu menghentikan kegiatannya karena dianggap cost-nya terlalu mahal.

Padahal tim Pertamina sudah mewanti-wanti jauh sebelum keputusan guna membeli saham tersebut bahwa saham itu tidak layak.

Sebelumnya, Karen sempat diperiksa oleh Kejagung, Rabu (22/3/2018), namun saat itu menyangkut kontribusi Pertamina dalam  penggadaan 16 mobil listrik untuk Penyelenggaraan APEC, di Bali, 2013.

Dalam kasus pembuatan mobil listrik berbiaya Rp32 miliar. Pertamina tidak sendiri, masih ada kontributor lain, yakni Bank BRI dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Tersangka, adalah Mantan Meneg BUMN Dahlan Iskan.

Tersangka lain, yakni Dasep Ahmadi (Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama) sudah diputus bersalah sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung, divonis tujuh tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan‎.

Satu tersangka lain yang notabene bekas anak buah Dahlan, Agus Suherman (kini, Dirut Perikanan) justru dihentikan penyidikannya (SP3). [DAS]