Koran Sulindo – Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penahanan terhadap mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Senin (24/9/2018). Karen ditahan selama 20 hari kedepan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Karen ditahan setelah menjalani pemeriksaan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Adi Toegarisman, mengatakan penahahan dilakukan setelah penyidik melakukan serangkaian proses pemeriksaan dan berpendapat bahwa hal tersebut perlu untuk dilakukan agar perkara dapat selesai dengan cepat.
“Selama proses pemeriksaan penyidik berpendapat diperlukan tindakan paksa yaitu penahanan. Maksud tujuan karena sudah memenuhi syarat objektivitas dan subjektivitas dan agar perkara cepat selesai,” kata Adi, di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/9/2018).
Karen ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018. Namun sejak saat itu, Karen belum pernah diperiksa kembali sebagai tersangka oleh tim penyidik.
Selain Karen, dalam kasus ini penyidik juga telah menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina, Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina, Frederik Siahaan. Karen bersama dua tersangka itu juga sudah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 22 Maret 2018.
Sementara itu, mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan selama 20 hari oleh tim penyidik.
“Bagi tahapan dua (tersangka) masuk penuntutan. Frederik juga sudah pelimpahan tersangka. Jadi tunggu,” kata Adi.
Sementara untuk kasus Karen, Adi memerintahkan agar berkasnya segera diselesaikan.
Latar Belakang
Kasus ini bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase – BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari. Namun ternyata, Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD31 juta dan USD26 juta atau setara Rp568 miliar. [YMA]