Mantan Dirut Garuda Dituntut 12 Tahun Penjara

Ilustrasi: Emirsyah Satar/JP-Seto Wardhana

Koran Sulindo – Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp10 miliar subsider 8 bulan kurungan. Emirsyah dinilai terbukti menerima suap senilai sekitar Rp49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp87,464 miliar.

“Agar majelis hakim pengadilan tipikor memutuskan terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ariawan Agustiartono, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/4/2020).

Persidangan dilangsungkan dengan cara “video conference”. Majelis hakim berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, sedangkan JPU KPK berada di Gedung Merah Putih KPK, sementara penasihat hukum dan Emirsyah ada di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) Jakarta.

Emirsyah dinilai terbukti dalam dua dakwaan, pertama dari Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selanjutnya, dakwaan kedua yaitu Pasal 3 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

JPU juga menuntut Emirsyah membayar uang pidana tambahan.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Emirsyah Satar membayar uang pengganti 2.117.315 dolar Singapura selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 5 tahun,” ujar jaksa Ariawan.

Dalam dakwaan pertama Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005-2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp8,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.

Suap itu diberikan melalui pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte.Ltd. Soetikno Soedarjo.

Uang suap berasal dari Airbus SAS, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport regional (ATR) serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.

Suap tersebut terdiri atas pertama, penerimaan uang dari Rolls-Royce Plc melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International terkait TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).

Kedua, penerimaan uang dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200.

Ketiga, penerimaan uang dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan pesawat Airbus A320 Family

Keempat, penerimaan uang terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft (selanjutnya disebut Bombardier) melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc.

Kelima, penerimaan uang sejumlah 1.181.763 dolar Singapura dari Avions de Transport Regional (ATR) melalui Connnaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.

Pencucian Uang

Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya mencapai sekitar Rp87.464.189.911,16.

Cara-cara yang dilakukan adalah pertama, mentransfer uang 480 ribu dolar Singapura menggunakan rekening Woollake International di UBS atas nama Mia Badilla Suhodo (mertua Emirsyah Satar) untuk ditransfer ke rekening BCA atas nama Sandrina Abubakar (istri Emirsyah) dan rekening Commonwealth Bank of Australia atas nama Eghadana Rasyid Satar (anak Emirsyah)

Kedua, menitip dana sejumlah 1.458.364,28 dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788) ke rekening Soektino Soedarjo di Standard Chartered Bank.

Ketiga, membayar pelunasan utang kredit di UOB Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50).

Keempat, membayar biaya renovasi rumah di Blok SK No 7-8 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan senilai Rp639.224.425.

Kelima, membayar apartemen unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77).

Keenam, menempatkan rumah di Jalan Rubi Blok G No 46 Kebayoran Lama atas nama Sandirna Abubakar untuk jaminan kredit Bank UOB Indonesia sebesar 840 ribu dolar AS (sekitar Rp11.679.780.000).

Ketujuh, mengalihkan kepemilikan 1 unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore, 449306 kepada Innospace Invesment Holding senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30.277.820.114,29).

Latar Belakang

KPK menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka pada Januari 2017. Menurut KPK ada indikasi suap lintas negara.

Baca juga: Emirsyah Satar Jadi Tersangka, Siapa Saja yang Akan Menyusul?

Dalam rentang tahun kurang-lebih tiga tahun, 2010-2013, harta Emirsyah Satar yang dilaporkan meningkat drastis. Tahun 2010, hartanya yang dilaporkan bernilai Rp 19.963.969.966 dan US$ 186.416. Tahun 2013, nilai hartanya melambung menjadi Rp 48.738.749.245.

Ia memiliki sejumlah tanah di Indonesia, bangunan seluas 141 meter persegi di Singapura, dan bangunan seluas 108 meter persegi di Melbourne, Australia. Juga kekayan dari surat berharga, giro, dan setara kas lainnya.

Jauh sebelum itu, pada tahun 2014 lalu, Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat Indonesia (Gempur) telah melakukan unjuk rasa di depan kantor KPK. Mereka menuntut agar Emirsyah Sattar agar diseret ke  meja hijau. Bahkan, bukan hanya Emirsyah, tapi juga istrinya, Sandrina Abubakar, dan seseorang yang menurut mereka dekat dengan Emirsyah, Junaidi.

Gempur menuntut karena mereka diduga terindikasi melakukan korupsi dalam transaksi pembelian 11 Pesawat Jenis Boeing dan Airbus sebesar US$ 1,7 miliar via ICBC Limited China. Menurut koordinator aksi itu, Mato Mony, Emirsyah Satar dalam pembelian itu menerima komisi sebesar US$ 55 juta atau Rp 650 miliar. “Ada lagi kasus korupsi Emirsyah Sattar dan Junaidi dalam transaksi pengadaan pesawat Baling Turboprop jenis ATR sebanyak 25 unit sebesar US$ 870 juta. Emirsyah diduga terima kic back sebesar US$ 25 juta,” tutur Mony di depan gedung KPK, 6 Mei 2014 lampau.

Dalam rilisnya, Gempur juga membuat daftar dugaan penyimpangan lain yang dilakukan Emirsyah, istrinya, dan orang dekatnya, yakni dugaan penerimaan suap bermodus no claim bonus sebesar US$ 3,5 juta dari Budi Tjahjono, Direktur Utama PT  Jasindo; Sandrina Abubakar diduga terlibat monopoli ticketing, promosi, dan iklan di Garuda; Emirsyah Sattar dan Sandrina diduga menikmati uang haram dari Garuda sebesar Rp 700 miliar. “Sandrina terkenal sering ikut campur dan menentukan promosi para karyawan Garuda, menentukan pemenang tender proyek, dan jadi Ratu Garuda Indonesia,” kata Ketua Gempur Ibnu Misbakhul Hayat dalam aksi itu.

Emirsyah Satar sendiri setelah tidak lagi di Garuda ditunjuk Grup Lippo menjadi Chairman matahariMall.com (MatahariMall) dan Lippo Board of Management. [RED]