Rusia cs mencoba menghadapi dominasi dolar AS dengan menggunakan mata uang negaranya dalam perdagangan internasional [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Menurunnya nilai mata uang lira (Turki), rubel (Rusia), yuan (Tiongkok) dan rial (Iran) terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat pemerintah negara-negara tersebut mengambil langkah tegas. Keempat negara tersebut sepakat mengurangi penggunaan dolar dalam setiap transaksi perdagangan mereka.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, misalnya, mengatakan, untuk mengatasi penurunan nilai lira terhadap dolar, pihaknya sedang mempersiapkan penggunaan lira dalam setiap transaksi dengan negara-negara mitra dagang mereka. Turki memiliki volume perdagangan terbesar dengan Tiongkok, Rusia, Iran dan Ukraina.

Ditambahkan Erdogan, tindakan tersebut sebagai tanggapan terhadap kebijakan “perang dagang” AS di bawah Presiden Donald Trump yang menaikkan tarif masuk terhadap baja dan alumunium Turki. Karena kebijakan Trump itu, kinerja mata uang lira turun 38 persen terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.

Seperti Turki, pemerintah Rusia dalam menghadapi berbagai skema AS sepakat tidak menggunakan dolar ketika bertransaksi dagang dengan negara-negara mitra mereka. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov optimistis mengurangi penggunaan dolar akan menghapuskan dominasi dolar dalam perdagangan global.

Iran juga demikian. Negara itu tertarik untuk tak lagi menggunakan dolar dalam perdagangan internasionalnya walau sebetulnya itu sebagai pilihan satu-satunya untuk menghadpai sanksi ekonomi dari AS. Pertanyaannya: efektifkah strategi itu untuk menghadapi “senjata” Washington tersebut?

Tampaknya itu tidak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, cadangan devisa negara-negara dunia 63 persen menggunakan dolar. Lalu, transaksi perdagangan global setiap harinya hampir 88 persen menggunakan dolar. Juga perdagangan minyak, emas dan perdagangan komoditas, umumnya menggunakan dolar AS. Sejak krisis ekonomi menghantam Yunani pada 2011, euro belum menjadi saingan serius bagi dolar AS. Cadangan devisa dalam bentuk euro di dunia ini hanya 20 persen.

Setelah semua penjelasan itu, dolar hari ini menguat 7 persen terhadap semua mata uang di dunia. Berdasarkan catatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), kontribusi Rusia, Turki dan Iran dalam perdagangan barang secara global hanya 4 persen. Untuk perdagangan jasa hanya 3 persen.

Dengan mengkombinasikan strategi ini, AS dengan sengaja memulai perang dagang, provokasi politik, pemutusan perundingan secara sepihak dengan Iran, sanksi baru terhadap Rusia, Korea Utara, Venezuela dan memprovokasi Tiongkok yang belum pernah terjadi sebelumnya. Peran dolar sebagai mata uang yang menghegemoni dunia, AS kini mengubahnya menjadi “senjata” pemusnah yang benar-benar efektif. Dan akankah negara-negara yang dianggap musuh mampu menghadapinya? [KRG]