Koran Sulindo – Pemerintah Malaysia memutuskan untuk bergabung dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Lembaga ini disebut satu-satunya pengadilan kejahatan perang permanen di dunia untuk menuntut pelanggaran berat hak asasi manusia ketika pengadilan nasional tidak mau atau tidak mampu menyelesaikan kasus.
Kendati demikian, seperti dilaporkan Channel News Asia pada Selasa (5/3), ICC sempat mendapat kecaman karena membebaskan salah satu terdakwa yang populer. Karenanya, Burundi mengajukan diri mundur dari ICC. Inilah negara pertama yang keluar dari ICC pada 2017.
Setelah itu, Filipina pun mengumumkan niatnya untuk mundur dari ICC. Pemerintahan Malaysia yang moderat setelah memenangi pemilu paada tahun lalu berjanji akan bergabung dengan ICC. Dengan penandatanganan perjanjian menjadi anggota ICC merupakan bentuk menunaikan janji.
Menteri Sumber Daya Manusia M. Kula Segaran mengatakan, pihaknya mengakui telah menandatangani perjanjian menjadi anggota ICC. Dengan demikian, Malaysia menjadi anggota ke-124 sejak ICC didirikan pada 2002.
Dikatakan Segaran, bergabungnya Malaysia ke ICC, maka negeri tersebut sudah bisa memainkan perang penting dalam hal kejahatan terhadap kemanusiaan. Adapun perwakilan pemerintah yang menandatangani perjanjian Malaysia menjadi anggota ICC adalah Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah.
Penandatanganan tersebut dilakukan Abdullah setelah mendapat persetujuan dari kabinet Malaysia.
Kecaman terhadap ICC bermula dari pembebasan mantan Presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo pada Januari lalu. Padahal, ia diduga bertanggung jawab atas peristiwa kekerasan negara selepas pemilihan. Setelah keputusan hakim ICC itu, maka tujuan dari lembaga ini pun dipertanyakan.
Burundi mundur dari keanggotaan ICC lantaran ICC meluncurkan penyelidikan awal terhadap dugaan kejahatan kemanusiaan selama krisis politik terjadi di Afrika Tengah pada 2016. Demikian juga dengan Filipina. Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan bahwa Filipina akan mundur dari ICC setelah lembaga tersebut mengusut dugaan kejahatan kemanusiaan karena ribuan orang tewas atas nama perang terhadap narkoba. [KRG]