Koran Sulindo – Pemerintah menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada 4 orang di di Istana Negara, hari ini. Mereka adalah Laksamana Malahayati (Aceh), Lafran Pane (Yogyakarta), Sultan Mahmud Riayat Syah (Kepulauan Riau), dan Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (Nusa Tenggara Barat).
Gelar pada mereka berdasarkan hasil sidang III Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tanggal 19 Oktober 2017 sesuai usulan dari Kementerian Sosial.
Seperti dikutip situs setkab.go.id, upacara penganugerahan dihadiri ahli waris dari keempat tokoh tersebut.
Gelar Pahlawan Nasional itu diberikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017.
Berdasarkan UU No 20 Tahun 2009 Pasal 26, syarat khusus untuk gelar diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya, salah satunya adalah pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Jadi 173 Orang
Dengan penambahan 4 tokoh ini, maka jumlah Pahlawan Nasional sekarang menjadi 173 orang, terdiri atas 160 laki-laki dan 13 perempuan.
Sejak anugerah ini dimulai Presiden Soekarno pada Agustus 1959, seperti bisa diakses di k2ks.kemsos.go.id, hampir seperempatnya berlatar belakang menyandang bedil sewaktu hidup, dan lebih separuh adalah nama-nama yang hidup ketika Indonesia belum merdeka atau malah belum dipikirkan.
Baca juga: Kaum Nasionalis, Pahlawan yang Terlupakan
Gelar pahlawan nasional diberikan kepada warga negara Indonesia yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan, dan berjasa luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara semasa hidupnya tanpa cela.
“Mereka yang menyandang gelar pahlawan nasional tidak hanya yang berjasa di medan perang, tapi juga di bidang lain yang gaung dan manfaatnya dirasakan secara nasional,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, di Jakarta, Kamis (9/11), melalui rilis media.
Prosedur Ruwet
Khofifah mengatakan gelar itu melewati prosedur mulai dari pengusulan, verfikasi, penelitian, dan pengkajian hingga permohonan kepada Presiden melalui Dewan Gelar.
Prosedur penetapan menjadi pahlawan nasional, yang mewajibkan nama-nama harus diajukan oleh daerah yang bersangkutan, melalui dinas sosial setempat ini memang ruwet.
Dari dinas sosial lokal, nama-nama diuji Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) tingkat Provinsi, lalu ke Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), baru ke Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Sebelum sampai ke presiden, harus ada buku biografi calon Pahlawan Nasional yang diusulkan, hasil penelitian, dan dibuat seminar usulan. Setelah proses ini selesai, sang calon pahlawan harus mempunyai dokumen-dokumen antara lain daftar dan bukti tanda kehormatan yang pernah diterima/diperoleh, foto calon Pahlawan Nasional berukuran 5 R sejumlah 3 lembar. Dia juga harus telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat, dan terakhir harus punya buku biografi yang tercetak. Ruwet dan mencapekkan. [DAS]