Makna Hari Guru Nasional yang Lebih dari Sekadar Perayaan

Ilustrasi Guru (Istimewa)

Pendidikan adalah fondasi peradaban, dan guru adalah salah satu pilar utamanya. Di tangan mereka, generasi penerus bangsa ditempa menjadi individu yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Namun, menjadi seorang guru bukanlah peran yang mudah. Selain mengemban tanggung jawab mendidik, guru di Indonesia memiliki sejarah panjang sebagai pejuang yang berkontribusi dalam mempertahankan kemerdekaan dan membangun negeri.

Hari Guru Nasional, yang diperingati setiap 25 November, adalah saat yang tepat untuk mengenang perjuangan dan dedikasi para pendidik ini, sekaligus menggali kembali sejarah penting di balik peran mereka dalam perjalanan bangsa.

Sejarah Hari Guru: Dari Kolonial hingga Kemerdekaan

Setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional sebagai momentum penting untuk menghormati perjuangan dan pengabdian para guru.

Hari ini tidak hanya menjadi bentuk apresiasi atas jasa mereka, tetapi juga tonggak sejarah dalam perjalanan panjang pendidikan di Indonesia yang erat kaitannya dengan berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Jejak sejarah Hari Guru dimulai sejak era kolonial Belanda. Pada tahun 1851, pendidikan calon guru dirintis melalui pendirian Sekolah Guru Negeri di Surakarta, yang dikenal sebagai Normal Cursus. Sekolah ini bertujuan mencetak tenaga pendidik untuk menjangkau desa-desa terpencil.

Pada tahun 1912, berdiri Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB), sebuah organisasi yang mewadahi guru dari berbagai status, seperti guru desa, kepala sekolah, dan guru bantu.

Namun, perbedaan status ini memicu fragmentasi, memunculkan organisasi seperti Persatuan Guru Bantu (PGB) dan Perserikatan Guru Desa (PGD).

Transformasi besar terjadi pada 1932 ketika PGHB berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Nama baru ini menggambarkan semangat nasionalisme meski mendapat tentangan keras dari pemerintah kolonial yang keberatan dengan istilah “Indonesia.”

Pada masa pendudukan Jepang, PGI dibubarkan. Meski demikian, guru tetap berjuang melalui organisasi baru bernama “Guru” yang berdiri pada 1943 di Jakarta.

Selain itu, Jepang mengadakan pelatihan khusus untuk guru yang meliputi bahasa Jepang, ideologi Hakko Ichiu, hingga pelatihan militer. Guru-guru Indonesia memanfaatkan pelatihan ini untuk menjaga semangat nasionalisme di tengah masyarakat.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, guru kembali memegang peran penting dalam membangun sistem pendidikan yang sempat terhenti selama penjajahan.

Kelahiran PGRI sebagai Simbol Persatuan Guru

Pada 24-25 November 1945, Kongres Guru Indonesia diadakan di Sekolah Guru Puteri, Surakarta. Kongres ini dihadiri oleh para pendidik dari berbagai daerah, baik yang masih aktif maupun pensiun. Melalui kongres ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) resmi berdiri dengan tiga tujuan utama:

1. Mempertahankan Republik Indonesia.
2. Meningkatkan mutu pendidikan.
3. Membela hak dan kesejahteraan guru.

PGRI berhasil menyatukan guru-guru yang sebelumnya terpecah akibat perbedaan status dan pangkat, sehingga memperkuat peran mereka dalam pembangunan bangsa.

Penetapan Hari Guru Nasional

Hari Guru Nasional resmi ditetapkan pada 25 November melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Pemilihan tanggal ini bertepatan dengan hari lahir PGRI, yang memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia.

Penetapan ini menjadi bentuk penghormatan atas kontribusi guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun sumber daya manusia yang berkualitas.

Hari Guru juga menjadi pengingat akan pentingnya peran pendidik dalam pembentukan generasi muda yang cerdas, berkarakter, dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Hari Guru Nasional bukan sekadar perayaan, tetapi juga refleksi atas perjuangan panjang guru dalam menciptakan pendidikan yang inklusif dan berkualitas.

Guru tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga pejuang yang pernah berkontribusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Melalui peringatan ini, kita diajak untuk mengenang jasa besar para guru sekaligus meningkatkan apresiasi terhadap profesi mulia mereka. Guru adalah pilar utama dalam membangun bangsa yang berdaya saing, sekaligus penjaga semangat nasionalisme di setiap generasi. [UN]