Koran Sulindo – Teheran bakal menghadapi pilihan antara ‘perilaku destruktif’ atau ‘bencana ekonomi’ menyusul pemberlakukan kembali sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo meyakini Teheran bakal menerima syarat-syarat yang Presiden Donald Trump seperti membatasi produksi dan pengembangan rudal, menghentikan dukungan pada terorisme dan menghentikan keterlibatan pasukannya di Suriah, Lebanon dan Yaman.
Asumsi AS, menghukum dengan keras Iran bakal memaksa mereka bernegosiasi sekaligus mengakhiri ambisi nuklir dan menghentikan ‘perilaku buruk- nya’ di Timur Tengah.
Alih-alih berjalan sesuai rencana, sinyal yang datang dari Teheran justru menunjukkan kebalikannya.
Meski begitu, Pompeo menegaskan upaya internasional membantu Iran dengan penjualan dan operasi perbankan seperti yang dilakukan China, Rusia dan Uni Eropa tak bakal menolong ekonomi negara itu.
Sebagai pemain besar di wilayah itu, Pompeo menyebut negara-negara itu hanya dapat membantu Iran secara marjinal dan tak bakalan mampu mengatasi dampak buruk sanksi secara keseluruhan.
Pompeo sesumbar, tak satupun dari negara-negara itu yang membantu Iran itu setara dengan Amerika dalam kekuatan ekonomi, keuangan atau kekuatan militer. Korporasi-korporasi besar atau bank-bank di negara mereka tak bakalan menyerahkan bisnis kepada AS hanya demi membantu Teheran.
Ia mengklaim langkah AS tersebut telah memicu dampak besar dan tak tertanggungkan bagi Iran. Ekspor minyak mentah Iran telah berkurang lebih dari 1 juta barel per hari dan bakal terus turun. “Dan perjalanan ke titik nol terus berlanjut,” kata Pompeo.
“Tehran menghadapi pilihan antara ‘perilaku merusaknya’ atau ‘bencana ekonomi” kata Pompeo menekankan.
Ia juga menyebut, ratusan ensitas bisnis telah meninggalkan Iran sejak Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir bulan Mei silam sementara, “setiap perusahaan Eropa yang melakukan bisnis di sana tak bisa berbisnis dengan AS. Iran bukan pengganti Amerika Serikat,” kata Pompeo.
Boleh saja Pompeo sesumbar namun pada hari ia memperbarui ancamannya itu, Presiden Iran Hassan Rouhani justru meresmikan produksi pesawat tempur Iran baru yang disebut Kowsar.
Peresmian itu juga menjadi ajang bagi pidato-pidato sederetan jenderal di Iran, termasuk komandan Garda Revolusi Jenderal Mohammed Ali Jafari dan Komandan Al Qods yang sekaligus merupakan komandan perang Iran di Timur Tengah, Mayor Jenderal Qassem Soleimani.
Para jenderal itu kembali menyatakan ketegasan Iran bahwa tidak ada yang berani menantang kekuatan militer negara itu.
Soleimani bahkan menyebut Angkatan Bersenjata Iran siap mengalahkan setiap tentara AS di Timur Tengah sekaligus mengejeknya sebagai pasukan yang ‘ketinggalan zaman’ dan tidak berfungsi.
Iran mulai membuat jet tempur Kowsar, yang dirancangnya untuk digunakan angkatan udaranya, sementara ketegangan memuncak setelah Amerika Serikat memberlakukan kembali sanksi atas Teheran.
“Sejumlah pesawat sejenis ini yang diperlukan, segera dibuat dan digunakan Angkatan Udara,” kata Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami, Sabtu (3/11).
Dihadapkan pada ancaman, tampaknya tak ada pilihan lain bagi Teheran kecuali melawan. Pesan itulah yang memang dikirim kepada AS dan seluruh sekutu-sekutunya.
Semakin banyak sanksi, semakin sengit Iran bakal melawan.[TGU]