Kategori Ketiga
Cifarelli memastikan di kompleks tersebut jelas ada lebih dari dua kategori artefak penguburan di Hasanlu. Satu dipastikan dengan jelas untuk wanita, satu ke pria, dan kemudian kategori menengah. Pembagian ini menandakan bahwa budaya lokal mengakui keberadaan setidaknya tiga jenis kelamin yang berbeda.
Namun, bagaimana para ahli bisa mengetahui bahwa artefak tersebut memang menjadi penanda gender daripada indicator peran sosial lainnya, atau bahkan bisa saja merupakan ‘persembahan’ acak yang ditinggalkan kerabat yang menguburkan mereka?
Meskipun Cifarelli tak bisa memastikan hal itu, namun bahwa terdapat dua kompleks makam yang berkorelasi dengan jenis kelamin biologis menunjukkan bahwa identitas gender memainkan peran penting saat pemilihan lokasi pemakaman.
Dari sudut pandang antropologis, penguburan tersebut menjadi sangat ritual dan standar meskipun tetap ada kemungkinan bahwa analisis itu dirusak oleh, misalnya keputusan seorang wanita yang secara spontan menjatuhkan anting-anting favoritnya ke dalam makam suaminya yang telah pergi.
“Kategori sosial yang muncul dalam penguburan lebih formal, kurang individual dan umumnya konservatif,” kata Cifarelli. “Pemakaman adalah saat bagi keluarga untuk menegaskan identitas sosial orang ini.”
Lebih lanjut Cifarelli menyebut penelitiannya tak dapat memastikan apakah gender ketiga ini murni masalah identitas individu atau merupakan kategori sosial yang dibuat untuk orang-orang yang menunjukkan karakteristik fisik yang tidak sesuai seperti orang interseks misalnya.
“Kita tahu bahwa dalam kelompok individu non-biner, sekitar setengah dari kerangka diidentifikasi sebagai laki-laki, 20 persen sebagai perempuan dan sisanya tetap tidak diketahui,” kata Cifarelli.
Dominasi laki-laki di komplek tersebut mungkin menunjukkan bahwa dalam masyarakat kuno di Hasanlu pria memiliki lebih banyak hak dalam menentukan identitas gender mereka. Tak pernah bakal bisa diketahui bagaimana orang-orang non-biner ini dipanggil dan peran apa yang mereka mainkan.
Namun, Cifarelli percaya jejak dari jenis kelamin ketiga ini dapat dilihat dalam seni Hasanlu, khususnya dalam mangkuk emas yang ditemukan di sana oleh para arkeolog.
Di antara tokoh-tokoh yang tergambar di mangkuk adalah seorang pria berjanggut mengenakan pakaian wanita yang ditampilkan duduk di lantai, posisi yang biasanya disediakan bagi ikonografi lokal untuk wanita. Ia menduga tokoh itu mungkin representasi dari orang non biner tersebut.
Kota Makmur
Hasanlu, gundukan dataran rendah dekat dengan perbatasan Iran dengan Turki dan Irak, digali secara luas oleh Universitas Pennsylvania dari tahun 1950 hingga 1970-an.
Di Zaman Perunggu dan Zaman Besi, kota itu merupakan kota yang makmur yang mejadi rebutan antara dua kekuatan tetangga yakni kekaisaran Asyur dan Urartu, sebuah kerajaan yang berbasis di Turki timur dan Armenia saat ini.
Hasanlu juga dikenal sebagai Pompeii dari Timur Dekat karena sekitar 800 SM kota itu diserang dan dihancurkan, mungkin oleh orang Urartia. Para penakluk membantai penduduk dan membakar tempat itu, meninggalkan lapisan kehancuran dengan belasan kerangka yang terpelihara dengan sempurna oleh abu dan puing-puing.
Artefak paling terkenal dari sisa-sisa ini adalah yang disebut Pecinta Hasanlu yakni dua orang yang terkunci dalam sebuah pelukan lembut. Kedua kerangka itu diyakini laki-laki dan penemuan ini telah lama memicu perdebatan tentang cinta dan seksualitas dalam budaya kuno ini.
Kerangka penduduk Hasanlu yang dibantai termasuk banyak dari mereka dimutilasi dengan mengerikan, bukan bagian penelitian Cifarelli, karena mereka tak dikubur dengan baik. Ia memfokuskan diri pada makam dari masa sebelumnya, sekitar 250 tahun, dari penghancuran kota itu atau sekitar 1050 SM hingga musim gugur terakhir ke Urartu.
Selama periode ini, mungkin karena meningkatnya ancaman di lingkungan itu, kota ini menjalani proses militerisasi. Benteng besar dibangun dan senjata mulai muncul di antara persembahan pemakaman.[TGU]