Suluh Indonesia – Mak Itam, demikian julukan untuk lokomotif uap E1060 yang beroperasi di Sawahlunto.
Mak Itam E1060 dibuat Hartmann Chemnits Jerman tahun 1865 dan satu-satunya lokomotif uap yang pernah berfungsi dan berada di Sawahlunto.
Jasa Mak Itam pada awal masa kehadirannya di Sumatera Barat, adalah bertugas untuk menarik atau mendorong rangkaian gerbong-gerbong dengan muatan batu bara dari Sawahlunto ke Emmahaven atau sekarang dikenal sebagai Teluk Bayur, di kota Padang.
Salah satu keunikan dari E1060 adalah digunakan di jalur kereta bergerigi yang terdapat dari Stasiun Batu Tabal di Tanah Datar ke Stasiun Padang Panjang hingga Stasiun Kayu Tanam di Padang Pariaman, yang harus melewati jalur agak terjal karena membelah lembah.
Di Batu Tabal terjadi pergantian lok (lokomotif), ditukar yang menggunakan gigi karena medannya. Masuk ke Lembah Anai, rel bergerigi itu panjangnya sekitar 29 kilometer dari Batu Tabal hingga Kayu Tanam. Di sana ganti lagi dengan lok biasa karena tidak ada lagi tanjakan hingga ke Padang.
Sebagai pelintas di jalur gerigi yang ada di Sumatera Barat, Mak Itam tak hanya berfungsi mengangkut barang melainkan juga mengangkut penumpang. Lokomotif ini mampu beroperasi hingga tahun 1984, Secara perlahan pengabdiannya sebagai angkutan pun berakhir.
Sejak tahun 1950, Dinas Kereta Api (DKA) memodernisasi teknologi perkeretaapian dari tenaga uap ke tenaga diesel yang dianggap lebih efisien. Karena itu, aktivitas lokomotif uap pun pensiun dari tugasnya membawa gerbong dengan isi batubara atau barang lainnya.
Namun harus diakui aktivitas kerja mesin uap yang unik dengan tampilan klasik menjadikan lokomotif uap selalu mendapat perhatian. Memang Mak Itam sudah tak lagi beroperasi mengangkut batu bara. Kini fungsinya lebih diarahkan ke wisata dengan menyusuri jalur Sawahlunto ke Muarokalaban (PP) dan melalui terowongan yang memiliki panjang kurang lebih 800 meter.
Lokomotif ini sekarang direncanakan akan beroperasi sebagai salah satu angkutan wisata di Sawahlunto. Mak Itam juga pernah berada di Ambarawa untuk perawatan dan perbaikan. Kemudian dikembalikan ke rumahnya di Sawahlunto.
Baca juga Tambang Batu Bara Ombilin (Seri Sawahlunto Bagian 1)
Baca juga Jalur Kereta Api (Seri Sawahlunto Bagian 2)
Baca juga ORANG RANTAI (Seri Sawahlunto Bagian 4)
Ketika Mak Itam berada di Ambrawa, sebenarnya bukan hanya untuk perbaikan dan perawatan, melainkan juga untuk membantu lintasan bergigi di Ambarawa. Rel bergigi Ambarawa-Bendono ini dibangun pada masa penjajahan Belanda 1902 oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) atau Perusahaan kereta api Hindia Belanda.
Sayangnya gigi lokomotif Mak Itam tidak cocok di rel kereta Ambarawa sehingga sempat dilepas. Padahal tindakan melepas gerigi lokomotif ini mestinya tidak perlu terjadi, apalagi seperti diketahui Mak Itam adalah milik wilayah geografis Sumatera Barat yang berlembah dan berbukit.
Saat ini, hanya tinggal dua jalur kereta api yang mengunakan jalur bergerigi di Indonesia. Di Sumatera ada jalur rel bergerigi Sawahlunto-Padang. Sedang di pulau Jawa ada jalur rel Ambarawa-Bedono yang merupakan bagian dari jalur kereta api dari Kedungjati di Secang ke Yogyakarta. [Nora E]
Baca juga Bahasa Tansi, Sebagai Bahasa Kreol di Sawahlunto (Seri Sawahlunto Bagian 5)
Baca juga Tambang Batu Bara Ombilin sebagai Warisan Dunia Indonesia (Seri Sawahlunto Bagian 6)