Koran Sulindo – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh dalil yang diajukan pemohon (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno) dalam pembacaan putusan di gedung MK hari ini. Dalil pemohon mengenai adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) mengenai pembatasan kebebasan pers yang dilakukan oleh pihak terkait (Jokowi-Ma’ruf), misalnya, menurut MK tidak beralasan menurut hukum.
“Mungkin menarik sebagai objek kajian komunikasi politik tetapi tidak sebagai bukti hukum yang menuntut kesesuaian kasualitas antara penyebab dan akibat yang senyatanya terjadi, oleh dari itu mahkamah berpendapat dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” kata hakim MK, Aswanto, saat membacakan hasil pertimbangan MK, di gedung MK, Jakarta, Kamis (27/9/2019).
Sebelumnya, pemohon dengan dalil tersebut menilai cara lembaga pers atau penyiaran mengkaji kerja-kerja jurnalistiknya merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
Sementara pihak terkait memberi keterangan yang intinya media “mainstream” bukan milik pemerintah, melainkan milik swasta, tidak ada hubungannya dengan pihak terkait, dan bila pemohon menuduh media sudah tidak independen, maka seharusnya diadukan ke Dewan Pers.
Selain pihak terkait, Bawaslu juga menanggapi bahwa seluruh jajarannya tidak pernah menerima laporan atau temuan terkait dengan pembatasan akses terhadap pers maupun lembaga penyiaran yang dilakukan pada suatu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Saat ini, sidang putusan MK atas kasus sengketa pilpres 2019 ini dihentikan sementara sejak pukul 18.00 WIB lalu.
Narasi Akun “Facebook”
Sementara itu, anggota majelis hakim MK, Enny Nurbaningsih, mengatakan bukti video adanya perubahan hasil rekapitulasi suara dari sistem informasi penghitungan suara (situng) KPU yang membuat pasangan calon 02 Prabowo-Sandiaga kehilangan suara, hanya narasi dari akun “Facebook.”
“Mahkamah, terhadap bukti video dimaksud hanyalah narasi yang menceritakan adanya akun ‘Facebook,’ yang menarasikan bertambah atau hilangnya suara paslon,” kata Enny.
Dalil pihak pemohon, Badan Pemenangan Nasional (BPN) kehilangan 2.871 suara dalam sehari, dari semula perolehan 18.002 suara menjadi 15.131 suara. Sementara perolehan suara pada pasangan calon 01 Jokowi-Ma’ruf Amin dikatakan semula mendapat 14.254 suara, bertambah menjadi 15.245 suara pada hitung cepat.
MK menyatakan telah mencermati bukti video yang diajukan oleh pemohon dan mendapati video tersebut berasal dari seseorang yang mengaku bernama Alamo Darussalam. Alamo menjelaskan adanya informasi bahwa seseorang yang bernama Profesor Soegianto Soelistiono, yang pernah mengunggah data laman web situng di dalam akun “Facebook” dengan tambahan narasi.
Pertimbangan MK, situng bukan merupakan basis penghitungan hasil rekapitulasi suara karena masih dimungkinkan adanya koreksi dan perubahan.
“Narasi-narasi tersebut sama sekali tidak menjelaskan apapun terkait dengan hasil akhir rekapitulasi perolehan suara masing-masing pasangan calon, dengan demikian dalil pemohon ‘a quo’ tidak beralasan menurut hukum,” kata Enny.
KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera menggelar rapat pleno usai pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) oleh MK.
“Kita harus menunggu sampai akhir putusannya bagaimana, tetapi prinsipnya jam berapa pun ini selesai, kami akan langsung tindaklanjuti dengan rapat pleno,” kata Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019), seperti dikutip antaranews.com.
Apa pun putusan MK, KPU akan mempersiapkan alternatif tindak lanjut pada Kamis malam ini.
KPU menyatakan, persidangan MK memberikan ruang yang adil untuk semua pihak, baik pihak pemohon, termohon, terkait dan Bawaslu RI.
“Dalil-dalil yang selama ini dimunculkan terkait itu sejauh tadi, sampai diskors ternyata terbantahkan semua karena memang tak didukung oleh alat bukti yang relevan,” kata Pramono.
KPU memiliki waktu paling lambat 3 hari setelah pembacaan putusan untuk menetapkan calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Banyak Bukti Video Bohong
Ketua tim kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan banyak video yang dijadikan bukti Prabowo-Sandi ternyata tidak berkesesuaian dengan perkara yang disengketakan.
“Hakim konstitusi sudah menonton semua video-video yang dijadikan bukti, video itu tidak berhubungan dengan apa yang mereka dalilkan, dengan kata lain banyak video isinya bohong-bohongan,” kata Yusril, saat jeda sidang, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/9/2019), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Yusril, dari semua bukti yang dihadirkan kuasa hukum Prabowo-Sandi di persidangan tidak satupun yang dapat membuktikan adanya pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis dan masif.
“Bukti-bukti itu ditolak oleh majelis hakim sebagai bukti yang tidak beralasan hukum,” kata Yusril.
Sementara anggota tim kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Teguh Samudera, menyebutkan bukti video tersebut dianggap bohong karena muatannya tidak sesuai dengan perkara.
“Contohnya video di Boyolali dikatakan kejadiannya di Nias Selatan,” katanya.
Bukti-bukti tak bersesuaian tersebut itu malah menunjukkan pemilihan umum sebenarnya sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Inilah yang membuktikan bahwa tidak benar tuduhan dan sangkaan dari pihak pemohon yang mengatakan pemilu ini curang,” kata Teguh. [Didit Sidarta]