“Maaf Komandan, Saya Tidak Bisa Menembak”

Koran Sulindo – Kelompok hak asasi manusia asal Israel,  B’Tselem menggelar kampanye bertajuk “Maaf Komandan, Saya Tidak Dapat Menembak” menghadapi rencana protes damai memperingati Nabka Day atau Hari Bencana.

Pengunjuk rasa bakal melakukan pawai damai di sepanjang 28 mil perbatasan Israel dengan beberapa diantaranya berniat mencegah beraksinya penembak jitu Israel dengan membuat penghalang asap dan pantulan cermin.

Hari Bencana merujuk peristiwa berdirinya negara Israel pada 17 Mei 1948 yang secara brutal ditandai dengan pemindahan paksa tiga perempat juta warga Palestina oleh milisi Israel.

“Kami menerbitkan iklan surat kabar di Israel dengan judul ‘Maaf Komandan, saya tidak bisa menembak’ yang menjelaskan kepada tentara bahwa mereka harus menolak menembaki demonstran tak bersenjata di Gaza,” tulis kelompok itu di akun twitternya.

Menurut B’Tselem, kampanye itu dilakukan untuk mencegah terulangnya insiden penggunaan peluru tajam yang membunuh 17 orang Palestina sepanjang pekan lalu.

“Seperti semua negara lain, tindakan Israel harus tunduk pada ketentuan hukum internasional dan pembatasan yang mereka kenakan pada penggunaan senjata, dan khususnya penggunaan peluru tajam,” tulis kelompok itu.

Protes pekan lalu merupakan yang terbaru dalam serangkaian aksi protes non-kekerasan yang direncanakan selama enam minggu untuk memperingati perampasan tanah rakyat Palestina.

Protes dimulai tanggal 30 Maret di sepanjang perbatasan Israel-Gaza dengan demonstrasi harian yang dijuluki sebagai The Great March of Return. Aksi itu disikapi Israel dengan menempatkan penembak jitu untuk menghentikan warga Palestina menembus perbatasan.

Sementara itu, tentara Israel mendobrak pemrotes dengan tabung gas air mata dan tembakan yang dibalas perlawanan oleh pemuda Palestina dengan lemparan batu dan ketapel.

Dengan video dan foto-foto insiden tersebar ke seluruh dunia ketika para protes dihadapi dengan kekerasan telah memicu kemarahan masyarakat internasional.

Polisi Perbatasan Israel mengerahkan kendaraan udara tak berawak kecil yang menembakkan tabung gas air mata dan tembakan acak ke arah pengunjuk rasa.

Media Israel Haaretz mencatat, 1.070 demonstran Palestina terluka, 293 di antaranya akibat luka tembakan termasuk 12 perempuan dan 48 anak-anak. Di antara mereka 25 yang terluka oleh tembakan dalam kondisi kritis, sementara 442 pengunjuk rasa dievakuasi ke rumah sakit di Gaza.

Berbeda dengan orang Palestina yang berkalang darah, warga Israel terlihat asyik menonton bentrok antara pengunjuk rasa dengan tentara.

Pertumpahan darah itu mengundang kecaman keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia dan organisasi internasional, otoritas Palestina, dan bahkan pejabat di Washington termasuk sebagian kecil pejabat Israel di Tel Aviv. Sekjen PBB Antonio Guterres telah menyerukan penyelidikan independen atas insiden itu, yang ditolak oleh pemerintah Israel.

Dr. Husam Zomlot, duta besar Palestina untuk Washington dalam sebuah dalam sebuah pernyataan resmi delegasi Organisasi Pembebasan Palestina kepada AS mencela pembantaian itu sebagai kejahatan kemanusiaan yang menjijikkan secara moral.

“Protes kami terhadap pendudukan militer Israel sah dan harus dilindungi oleh komunitas internasional.  Praktek 70 tahun tembak-untuk-bunuh Israel dan dehumanisasi rakyat Palestina harus berakhir dan Israel penjahat harus dibawa ke pengadilan,” kata Zomlot.(TGU)