Koran Sulindo – Untuk pertama kalinya masyarakat akan dapat menikmati keindahan karya seni terbaik yang selama ini menghiasi istana di seluruh Indonesia. Istana Kepresidenan akan menampilkan karya-karya seni terbaik itu dalam pameran bertajuk “17/71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN”.
Pameran ini akan berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, sepanjang Agustus nanti. Dalam ajang itu akan dipaparkan 28 lukisan terpilih hasil karya 21 pelukis dan sekitar 100 koleksi foto-foto kepresidenan.
“Tak kalah unik, masyarakat juga dapat menikmati lukisan karya Presiden Sukarno sendiri yang berjudul Rini yang dilukisnya pada 1958,” kata Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, dalam siaran persnya Selasa (12/7).
Kurator pameran yang merupakan bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 ini adalah Mikke Susanto dan Rizki A. Zaelani.
Sejumlah lukisan fenomenal itu antara lain karya Raden Saleh, Affandi, S. Sudjojono, Basoeki Abdullah, dan Dullah, pelukis Istana pada era Presiden Sukarno. Ada pula karya pelukis asing seperti Rudolf Bonnet dan Diego Rivera.
Menurut Bey, terdapat sekitar 3.000 lukisan yang telah melalui proses kuratorial pada 2009-2010 tersimpan di sejumlah Istana Kepresidenan di Indonesia, yaitu yang berlokasi di Jakarta (Istana Negara dan Istana Merdeka), Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring-Bali.
Di antara koleksi itu, banyak karya legendaris yang merupakan bagian dari tonggak sejarah, tak hanya kesenian, melainkan juga Republik Indonesia.
Koleksi luar biasa ini bermula dari keinginan Presiden Sukarno yang dikenal memiliki selera seni sangat tinggi. Tak heran jika sebagian koleksi itu adalah hasil upaya Presiden Sukarno sendiri, yang tak segan langsung berbelanja ke berbagai galeri atau sanggar seni. Sebagian lukisan itu juga buah tangan dari pemimpin negara-negara lain saat berkunjung ke Indonesia.
Sukarno tak mengambil satu buah lukisan atau karya seni lainnya ketika meninggalkan istana presiden pada 1966. Sukarno juga memerintahkan anak-anaknya tak mengambil barang apa pun dari istana karena semuanya adalah milik rakyat.
Presiden Joko Widodo menyambut baik penyelenggaraan pameran ini. “Istana adalah milik rakyat dan sungguh indah jika masyarakat luas juga sesekali dapat menikmati koleksi karya seni terbaik itu melalui pameran yang terbuka untuk umum. Karya cipta yang bernilai begitu tinggi ini harus dilestarikan,” kata Presiden Jokowi.
Pameran lukisan ini merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Istana Kepresidenan yang mendapatkan amanah untuk merawat koleksi-koleksi terbaik itu. “Saya ingin lukisan-lukisan ini akan tetap abadi dan terus menerus bisa disajikan di hadapan publik seluruh dunia,” pesan Presiden Jokowi. [DS]
Daftar koleksi lukisan Istana Kepresidenan yang akan ditampilkan:
- Affandi, Laskar Rakyat Mengatur Siasat, 1946
- Affandi, Potret H.O.S. Tjokroaminoto, 1946
- Basoeki Abdullah, Pangeran Diponegoro Memimpin Perang, 1949
- Dullah, Persiapan Gerilya, 1949
- Harijadi Sumadidjaja, Awan Berarak Jalan Bersimpang, 1955
- Harijadi Sumadidjaja, Biografi II di Malioboro, 1949
- Henk Ngantung, Memanah, 1943 (reproduksi orisinal oleh Haris Purnomo)
- Kartono Yudhokusumo, Pertempuran di Pengok, 1949
- Raden Saleh, Penangkapan Pangeran Diponegoro, 1857
- S.Sudjojono, Di Depan Kelambu Terbuka, 1939
- S. Sudjojono, Kawan-kawan Revolusi, 1947.
- S. Sudjojono, Markas Laskar di Bekas Gudang Beras Tjikampek, 1964
- S. Sudjojono, Mengungsi, 1950
- S. Sudjojono. Sekko (Perintis Gerilya), 1949
- Sudjono Abdullah, Diponegoro, 1947
- Trubus Sudarsono, Potret R.A. Kartini, 1946/7
- Gambiranom Suhardi, Potret Jenderal Sudirman, 1956
- Soerono, Ketoprak, 1950
- Ir. Sukarno, Rini, 1958
- Lee Man-Fong, Margasatwa dan Puspita Nusantara, 1961
- Rudolf Bonnet, Penari-penari Bali sedang Berhias, 1954
- Hendra Gunawan, Kerokan, 1955
- Diego Rivera, Gadis Melayu dengan Bunga, 1955
- Miguel Covarrubias, Empat Gadis Bali dengan Sajen, sekitar 1933-1936
- Walter Spies, Kehidupan di Borobudur di Abad ke-9, 1930
- Ida Bagus Made Nadera, Fadjar Menjinsing, 1949
- Srihadi Soedarsono, Tara, 1977
- Mahjuddin, Pantai Karang Bolong, tahun tak terlacak (sekitar 1950-an)