Ilustrasi [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Pertumbuhan maskapai Lion Air dalam dua tahun terakhir menjadikannya sebagai salah satu perusahaan maskapai yang paling cepat tumbuh di dunia. Lion Air Group yang meliputi Batik Air, Wings Air, dan Malindo Air menguasai pangsa pasar industri penerbangan komersial domestik sebanyak 51 persen.

Untuk memenuhi permintaan yang terus melonjak, Lion Air memesan pesawat baru dengan menandatangani kontrak dengan Airbus dan Boeing. Seiring pertumbuhannya akan tetapi Lion Air memiliki masalah keamanan. Semisal, penerbangan Lion Air pda 2004 yang tergelincir di Surakarta sehingga menewaskan 25 orang. Kemudian, pada 2013, Lion Air ketika mendarat justru melewati areal landasan sehingga nyebut ke laut.

Memang tidak ada yang meninggal dalam insiden itu. Dan dalam beberapa tahun terakhir, sesama pesawat Lion Air Group saling bertabrakan, juga menabrak sapi serta pilotnya kedapatan menggunakan narkoba. Terbaru adalah jatuhnya pesawat udara Lion Air Boeing 737 tipe Max-800 di Perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018.

Kecelakaan ini lantas mengingatkan kita pada sejarah kecelakaan pesawat di Indonesia. Model manajeman yang dipraktikkan Lion dapat kita jumpai di Adam Air, sebuah maskapai penerbangan Indonesia yang akhirnya ditutup karena kecelakaan pada 2008. Mengingat sejarah panjang kecelakaan penerbangan di Indonesia, tampaknya pemerintah sebagai pihak regulator harus secara ketat mengawasi standar keamanan transportasi udara dan memberlakukan hukuman berat bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan.

Akan tetapi, aturan yang ketat itu tampaknya hanya mudah diucapkan atau hanya menjadi catatan di kertas. Sulit untuk menegakkan aturan karena sebagian besar industri penerbangan komersial domestik dimonopoli. Penegakan hukum terhadap Lion Air tentu saja akan berdampak kepada penggunanya. Pemilik Lion Air, Rusdi Kirana pernah mengakui soal perusahaannya mungkin saja maskapai terburuk di dunia, tapi masyarakat bergantung kepada Lion.

Ditambah lagi, Rusdi bukanlah orang sembarangan. Setelah berhasil memenangi pasar penerbangan domestik, ia mulai merambah dunia politik. Ia menjadi Wakil Ketua Umum PKB dan mendukung Presiden Joko Widodo. Setelah kemenangan Jokowi pada 2014, Rusdi mendapat jabatan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan setelah itu menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia.

Laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membenarkan tentang sejarah panjang kecelakaan penerbangan di Indonesia yang salah satunya disebabkan budaya maskapai penerbangan. Tekanan waktu untuk tiba di tempat tujuan sebelum akhir jam operasional mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Namun, perlu diingat bisnis maskapai bukan soal untung atau rugi. Seperti kecelakaan yang dialami Lion Air JT-610 yang menewaskan 189 penumpang adalah pesan untuk menyadarkan pihak yang berwenang dan perusahaan penerbangan Indonesia untuk lebih mengutamakan keselamatan penumpang. [KRG]