Linda Christanty: Benahi Ekosistem Kepenulisan

Linda Christanty. (Foto: dw.com)

Koran Sulindo – Penghargaan sastra tetap dibutuhkan sebagai apresiasi bagi penulis bahwa karyanya berkualitas dan penting untuk dihargai. Namun demikian, kritik perlu disampaikan terhadap lembaga pemberi penghargaan dan mekanisme penghargaan tersebut.

Demikian dikatakan penulis Linda Christanty saat tampil menjadi pembicara dalam sarasehan daring (Sadaring) Satupena ke-2 yang digelar pada Ahad siang (22/8).

Linda menengarai, pemberian penghargaan tak lepas dari kepentingan politik maupun kepentingan segelintir orang yang berkuasa di panitia atau komite penghargaan. Penjurian di Indonesia seringkali dilingkupi oleh KKN yang akhirnya mengubah hasil akhir penjurian.

Dia kemudian bercerita bagaimana proses pemberian penghargaan dari sebuah lembaga internasional. Ada beberapa nama dari Indonesia yang masuk dalam daftar, namun tidak terpilih. Kriteria yang digunakan untuk memilih pemenang rupanya adalah jumlah suara dari publik, tentu saja banyak orang tidak mengenal calon dari Indonesia.

Seharusnya penerima penghargaan ditentukan melalui riset oleh tim yang ditunjuk lembaga. Penentuan penghargaan bukan berdasar kelihaian sang penulis melakukan mobilisasi suara. Sebab, jika demikian, yang menang pastilah yang jago dan punya akses memobilisasi suara, sedangkan kita tahu bahwa di sejumlah negara, akses menggunakan internet dikuasai tentara dan politisi.

Baca juga: GM: Penghargaan Sastra bukan Tujuan Utama Penulis

Dewi Lestari, pembicara yang lain, sepakat dengan pendapat Linda Christanty bahwa saat ini perjuangan terpenting asosiasi penulis adalah bagaimana penulis dapat hidup sejahtera atau tercukupi dengan hasil menulis. Tanpa kesejahteraan, sangat mungkin seorang penulis menerima penghargaan yang diberikan oleh lembaga yang tidak jelas dan yang berlawanan dengan idealisme dan marwah penulis.

Karenanya, perjuangan asosiasi perlu lebih menyeluruh dan menyangkut pembenahan ekosistem. Misalnya, bagaimana penulis bisa berunding dengan lebih berdaya di hadapan penerbit, bagaimana menyusun kontrak, bagaimana melawan pembajakan, dan mendapatkan honor yang layak.

Memperjuangkan marwah penulis tidak bisa dilakukan jika dikerjakan sendiri, tetapi harus berkolaborasi dengan berbagai pihak. Keberadaan asosiasi penulis seperti Satupena bisa menjadi salah satu media untuk perjuangan tersebut. Kita bisa membentuk koperasi atau wadah lain yang bisa membantu sesama penulis. [AT]