Koran Sulindo – Indonesia tampaknya masih primitif. Bayangkan, ada panitia pesta buku justru “takut” kepada buku. Ini tergambar dari cuitan sejarawan lulusan Universitas Indonesia, J.J. Rizal, pada Kamis malam ini (23/2).

Rizal mengungkapkan soal keanehan yang ia rasakan terkait acara tahunan Pesta Buku Bandung, yang pada tahun ini akan digelar mulai 2 Maret sampai 8 Maret 2017. Acara itu diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Buku Indonesia-Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Bandung.

Rencananya, Rizal dari penerbit Komunitas Bambu akan melakukan peluncuran buku Korupsi dalam Silang Sejarah karya sejarawan asal Amerika Serikat, Peter Carey. Juga akan meluncurkan buku baru Angkot & Bus Minangkabau: Budaya Pop & Nilai-Nilai Budaya Pop karya David Reeve, peneliti budaya dari University of New South Wales, Australia. “Tetapi, ujuk-ujuk panitia Pesta Buku Bandung yang sebelumnya sudah oke membatalkan secara sepihak acara peluncuran buku karya Carey dan Reeve,” kata Rizal. Alasannya, yang diungkapkan secara l;isan: kedua buku tersebut tidak sesuai dengan masalah seputar “All about Bandung“. “Padahal, panitia sebelumnya tidak pernah membicarakan soal acara buku harus mengikuti tema ‘all about Bandung’,” kata Rizal.

Panitia, tambah Rizal, mengatakan buku karya David Reeve tidak sesuai dengan persoalan Bandung. “Padahal, Bandung adalah kota dengan sistem transportasinya banyak mengandalkan angkot. Kalau tidak salah ada ‘Angkot Day’, hari menumpang angkot, sebagai program Pemkot Bandung. Pak Walkot Bandung juga pernah di hari berangkot itu menjadi sopir angkot rute Dago-Kebon Kelapa. Pak Walkot Bandung pun pernah pula bermasalah dengan sopir angkot. Intinya, Bandung kental dan banyak ceritanya dengan angkot,” tutur Rizal. Angkat adalah akronim dari “angkutan kota”.

Menurut Rizal lagi, angkot sudah menjadi bagian budaya berkota Bandung. “Tapi, mengapa panitia membatalkan acara diskusi buku angkot karya David Reeve? Benar buku David Reeve soal angkot di Kota Padang. Tapi dengan kehidupan berkota Bandung yang dekat dengan angkot bisa dimanfaatin sebagai sumber komparasi. Bandung bisa belajar dari buku David Reeve, bagaimana masyarakat terikat dengan angkot dan mengkreasikan cintanya akn transportasi publik,” katanya.

Lebih aneh lagi, lanjutnya, alasan panitia Pesta Buku Bandung membatalkan acara buku karya Peter Carey. “Panitia Pesta Buku Bandung membatalkan diskusi buku sejarah korupsi ini karena dikhawatirkan menimbulkan keresahan dan bisa menganggu ketertiban,” tutur Rizal. Padahal, Bandung adalah kota hak asasi manusia dan korupsi adalah pelanggaran hak asasi manusia. “Apakah diskusi buku sejarah korupsi ini dibatalkan karena di Jawa Barat tingkat korupsi tinggi kemudian panitia takut didemo para koruptor? Ketika membatalkan sepihak acara diskusi buku korupsi ini, apa panitia enggak tahu Bandung itu kota yang paling serius  memerangi korupsi? Ketika batalin acara diskusi buku sejarah korupsi, apakah panitia enggak tahu Pemkot Bandung punya teknologi aplikasi lawan korupsi dipujikan KPK? Apa ketika batalin acara diskusi buku sejarah korupsi ini, panitia enggak mengerti musuh yang paling berbahaya bagi hidup RI itu korupsi? Ketika batalin acara diskusi buku korupsi ini, apakah panitia tidak tahu Bandung juga membuat ‘KPK’ untuk lingkup Kota Kembang?” tutur Rizal.

Aneh bin ajaib, dalam surat resmi yang Komunitas Bambu terima dari panitia, tambah Rizal, semua alasan membatalkan acara diskusi buku yang diungkapkan secara lisan itu tidak ada. “Panitia malah melantur, tdk menyebut alasan sejatinya batalin acara. Tulisnya ‘sangat disayangkan kami tidak menyiapkan akomodasi untuk acara’,” katanya. Malah, kedua buku itu pun dilarang dipajang pas pameran. [PUR]