Koran Sulindo – Larangan KPU terhadap bekas napi kasus korupsi untuk maju dalam pemilihan legislatif tahun depan terus mendapat penolakan.
Kali ini, anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan juga menolak rencana KPU tersebut.
Menurutnya, KPU sebagai lembaga negara jangan berbuat semaunya sendiri. KPU pun diminta untuk tunduk pada praktik-praktik kenegaraan.
“Kalau spiritnya saya setuju. Tapi KPU kan lembaga negara jangan semaunya saja,” kata Arteria kepada Koransulindo.com, Rabu (30/5).
Lebih lanjut ia mengingatkan jika pimpinan KPU telah disumpah untuk menjalankan aturan sebagaimana peraturan yang sudah ada di negara ini. Maka dari itu, dia meminta agar pimpinan KPU tidak ngeyel.
“Pemimpinnya kan disumpah jadi jangan ngeyel. Buat PKPU jangan melanggar UU,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
Bagi Arteria, sepanjang mantan napi itu sudah menjalani hukumannya sebagaimana yang telah diputuskan, maka mereka memiliki hak yang sebagaimana telah dijamin dan dilindungi oleh negara.
“Orang setelah ditahan seperti bayi baru lahir. Tidak boleh (KPU melakukan) penyimpangan. Kalau itu sudah memenuhi syarat, itu tugas negara menjamin dan melindungi hak warga negaranya,” kata Arteria.
Sebelumnya diketahui KPU bersikukuh tetap melarang mantan terpidana kasus korupsi atau mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.
Penegasan tersebut disampaikan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi pekan lalu di DPR. “Sudah ada kesimpulan keputusan. Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya, tetap untuk tidak membolehkan,” kata Pramono.
Pramono menjelaskan, KPU telah melakukan rapat pleno untuk menanggapi hasil rapat konsultasi antara Komisi II DPR, Pemerintah, Bawaslu, dan KPU.
Hasil rapat pleno, KPU akan menyesuaikan dua hasil rapat konsultasi, yakni terkait laporan harta kekayaan bakal caleg dan keterwakilan 30 persen perempuan.
Ia mempersilakan mereka mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA), apabila ada pihak-pihak yang keberatan atas peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi caleg. “Nanti kami hadapi dengan argumentasi,” kata Pramono.
Lebih lanjut dikatakan, gugatan ke MA tidak akan mengganggu tahapan pemilu. Pasalnya, tahapan pemilu sudah menjadi bagian dari tugas KPU sehari-hari.
“Soal pencalonan nanti kan Juli, sekarang baru Mei. Masih ada waktu satu setengah bulan untuk menyelesaikan ini. Kalau uji materi itu kan belum tentu juga dikabulkan. Karenanya, kita terus dorong upaya pemberantasan korupsi,” kata Pramono.
Sebelumnya, Komisi II DPR, pemerintah dan Bawaslu, sepakat menolak usulan KPU yang melarang mantan terpidana kasus korupsi menjadi caleg. Mereka ingin pengaturannya kembali pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) UU Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal 240 mengatur tentang persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, antara lain tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Mereka dikecualikan jika secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.(SAE/CHA)