Masyarakat Jawa kuno meninggalkan banyak cerita dan budaya yang menarik, dari mulai cerita kerajaan sampai tokoh-tokoh yang sampai sekarang sering terdengar bahkan diabadikan menjadi nama jalan. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan besar yang berkuasa dari abad ke-13 sampai abad ke-16. Cerita tentang kerajaan ini menjadi cerita turun temurun, salah satu cerita yang abadi sampai sekarang adalah kisah tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu terhadap Kerajaan Majapahit.
Kisah pemberontakan ini dipercaya menjadi inspirasi pertunjukan yang sampai saat ini seringkali ditampilkan tiap acara pernikahan dan hajatan lainnya di Jawa Timur. Reog Ponorogo merupakan kisah pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh Ki Ageng Kutu.
Kisah Ki Ageng Kutu Surya Alam
Ki Ageng Kutu merupakan seorang yang sakti yang mempunyai nama asli Surya Alam. Nama Kutu sendiri diambil karena beliau merupakan demang yang berasal dari desa Kutu, karena hal ini beliau menpunyai nama lain Ki Ageng Kutu Surya Alam atau Ki Demang Suryo Ngalam. Ki Ageng Kutu merupakan kerabat Prabu Brawijaya V yang berkuasa atas daerah wengker.
Kekecewaan Ki Ageng Kutu kepada Majapahit dikarenakan saat itu Prabu Brawijaya V menobatkan Raden Fatah sebagai pemimpin daerah Demak. Dengan pengangkatan tersebut Ki Ageng Kutu merasa, seharusnya dirinyalah yang pantas menduduki jabatan tersebut. Karena hal ini, Ki Ageng Kutu memutuskan untuk pergi dari Majapahit dan mendirikkan Padepokannya sendiri di daerah Wengker.
Daerah yang dulunya menjadi kekuasaan Ki Ageng Kutu, sekarang menjadi nama sebuah desa yaitu desa Kutu di wilayah Kecamatan Jetis, Ponorogo. Di Padepokannya, Ki Ageng Kutu mengajarkan ilmu kanuragan, filsafat dan seni.
Terciptanya Reog Ponorogo
Reog Ponorogo sendiri merupakan kesenian yang diciptakan dan di tujukan kepada Prabu Brawijaya V karena Prabu Brawijaya mampu ditundukan oleh seorang wanita dari negeri Champa. Kesenian Reog Ponorogo menampilkan kepala Harimau sebagai simbol dari Raja Majapahit dan Merak yang menungganginya merupakan perlambang dari Putri Kerajaan Champa sementara para Warok, tokoh utama dalam pertunjukan Reog mewakili perlawanan rakyat kecil terhadap tirani.
Dalam pertunjukannya, Reog Ponorogo juga memiliki sosok yang tampan yang mendampingi para Warok yaitu Gemblak. Sosok ini menjadi perlambang dari hubungan loyalitas di dalam komunitas Warok.
Warok sendiri merupakan sebutan bagi laki-laki yang mempunyai sifat kesatria, berbudi pekerti yang luhur dan memiliki wibawa tinggi di kalangan masyarakat.
Nama warok berasal dari bahasa Jawa yaitu ”wewarah” atau dalam bahasa Indonesia berarti pengajaran. Warok juga merupakan wong kang sugih weawarah yang berarti, orang yang kaya akan ilmu dan mampu memberi pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang lebih baik.
Reog Ponorogo bukan sekedar pertunjukan, namun di dalamnya menyimpan banyak pelajaran yang bisa diambil dari nilai keberanian, kreatifitas dan perjuangan melawan ketidakadilan. Reog menjadi seni yang tak lekang oleh waktu. [IQT]