Pada tanggal 3 Februari 1933, empat hari setelah menjadi kanselir Jerman, Adolf Hitler mengumumkan bahwa perluasan Lebensraum ke Eropa Timur dan Jermanisasi adalah tujuan geopolitik utama dari kebijakan luar negeri Nazi.
Lebensraum adalah konsep politik mengenai perluasan wilayah Jerman ke arah timur untuk menyediakan tanah dan sumber daya material bagi rakyat Jerman, sambil mengusir orang Yahudi dan Slavia.
Sebagai dasar pelaksanaan Holocaust, konsep ini ternyata sudah ada di Jerman sebelum kekuasaan Nazi.
Asal Usul Lebensraum
Melansir dari Holocaust Encyclopedia, ahli geografi ternama Jerman, Friedrich Ratzel menciptakan istilah Lebensraum pada tahun 1901. Dia dan banyak orang lain pada pergantian abad percaya bahwa suatu negara harus mandiri dalam hal sumber daya dan wilayah (sebuah konsep yang dikenal sebagai autarki) untuk melindungi dirinya dari ancaman eksternal.
Ratzel dan yang lainnya juga sangat dipengaruhi oleh karya baru Charles Darwin dan teorinya tentang seleksi alam. Akan tetapi, mereka secara keliru menerapkan konsep tersebut pada negara-negara bangsa dengan menyatakan bahwa, seperti spesies yang dipelajari Darwin, bangsa-bangsa juga berjuang memperebutkan sumber daya untuk bertahan hidup di mana hanya yang terkuat yang akan menang.
Ratzel berpendapat bahwa perkembangan suatu masyarakat dipengaruhi oleh situasi geografis mereka, dan bahwa masyarakat yang secara efektif beradaptasi dengan satu wilayah geografis secara logis akan memperluas batas-batas negara mereka ke wilayah lain.
Sambil melihat Kekaisaran Inggris dan Prancis serta “Manifest Destiny” Amerika, Ratzel berpendapat bahwa Jerman membutuhkan koloni di luar negeri untuk mengurangi kelebihan populasi Jerman. Wilayah-wilayah di Timur menghadirkan saluran logis lain untuk pertumbuhan.
Jauh sebelum periode Nazi, banyak orang Jerman memandang Eropa Timur sebagai sumber alami Lebensraum mereka. Dimulai pada Abad Pertengahan, tekanan sosial dan ekonomi akibat kelebihan populasi di negara-negara Jerman telah menyebabkan kolonisasi yang terus-menerus terhadap orang-orang Jerman di Eropa Timur.
Namun, pada abad kedua puluh, para sarjana dan masyarakat umum mulai memandang wilayah Timur sebagai wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah, namun terbuang sia-sia untuk orang-orang yang secara rasial “inferior” seperti Slavia dan Yahudi. Pandangan biologis tentang Lebensraum selaras dengan pandangan historis yang tidak akurat tentang peran Jerman di Timur selama periode kuno dan abad pertengahan.
Kaum ekspansionis berpegang teguh pada “sejarah” Jerman yang mistis ini di Eropa Timur, dengan alasan bahwa wilayah-wilayah ini sebenarnya adalah tanah Jerman yang hilang. Seperti yang dinyatakan dalam salah satu publikasi Jerman pada tahun 1916, “kita orang Jerman membangun—menciptakan—keturunan dan impian Slavia—seperti buminya.”
Lebensraum dan Perang Dunia 1
Ironisnya, selama Perang Dunia 1, Jerman berhasil mencapai tujuannya untuk menerapkan konsep Lebensraum di Timur dengan memperluas dominasi hingga ke timur seperti Minsk pada 21 Februari 1918. Jerman juga membangun kediktatoran militer di akhir Perang Dunia 1, yang didedikasikan untuk mengeksploitasi dan mengubah lanskap.
Kekalahan Jerman pada Perang Dunia 1 tidak hanya mengakibatkan hilangnya semua koloninya di luar negeri, tetapi juga “kerajaan” militer di timur yang dikenal sebagai Ober Ost. Perang dan rasa kehilangan mendalam yang menyertainya meningkatkan keyakinan Jerman bahwa keselamatannya terletak di Timur.
Hitler, yang juga veteran Perang Dunia 1, menyadari dampak blokade laut Inggris dan kekurangan material di dalam negeri terhadap garis depan. Ini melemahkan moral dan meningkatkan penderitaan warga sipil Jerman.
Akibatnya, banyak orang Jerman yang konservatif merasa mendapat “tikaman dari belakang” atas kekalahan Jerman. Mereka lalu menyalahkan kekalahan bukan pada kegagalan militer, tetapi pada orang Yahudi, kaum liberal, pemburu keuntungan perang, dan pihak lain di garis depan yang telah mengorbankan upaya perang.
Hitler lantas bersumpah Jerman tidak akan pernah lagi dikalahkan oleh kekurangan sumber daya. Dalam buku keduanya (Mein Kampf) yang belum diterbitkan, dia menyesalkan bahwa “rakyat Jerman saat ini bahkan kurang mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri dari tanah dan wilayahnya sendiri dibandingkan pada tahun-tahun damai.”
Pada tahun 1936, Hitler dengan bersemangat berbicara tentang “bahan baku yang tak terhitung” di Ural, “hutan yang kaya” di Siberia, dan “lahan pertanian yang tak terhitung” di Ukraina. Ini menunjukkan kerinduan untuk menduduki wilayah Timur.
Lebensraum dan Nazi
Di Jerman pada masa kekuasaan Nazi, Lebensraum tidak hanya menjadi kerinduan romantis untuk kembali ke Timur, tetapi juga komponen strategis penting dari visi rasisnya. Bagi orang Jerman, Eropa Timur mewakili “Takdir Nyata” mereka.
Hitler dan pemikir Nazi lainnya membuat perbandingan langsung dengan ekspansi Amerika di Barat. Dalam salah satu “perbincangan meja”-nya yang terkenal, Hitler menetapkan bahwa “hanya ada satu tugas: menjadikan negara ini [Rusia] sebagai Jerman melalui imigrasi orang Jerman dan memandang penduduk asli sebagai orang kulit merah”.
Sekali lagi, dalam buku keduanya, Hitler menulis bahwa Jerman harus “[memusatkan] seluruh kekuatannya untuk menandai cara hidup bagi rakyat kita melalui alokasi Lebensraum yang memadai untuk seratus tahun ke depan.”
Pemusatan kekuatan ini berarti menyingkirkan ras-ras inferior yang menempati wilayah tersebut, baik Slavia maupun Yahudi.
Upaya untuk membersihkan wilayah Timur dari populasi yang dianggap lebih rendah sebagai persiapan penjajahan Jerman menyebabkan perencanaan intensif untuk kelaparan massal lebih dari 30 juta orang di sana. Pedoman kebijakan yang dikeluarkan sebelum invasi Uni Soviet menyatakan dengan tegas bahwa “puluhan juta orang di wilayah ini akan menjadi tidak diperlukan dan harus mati atau bermigrasi ke Siberia… Mengenai hal ini, kejelasan mutlak harus berlaku.”
Pedoman ini dikenal sebagai Generalplan Ost (Rencana Umum Timur). Dirancang oleh para pemimpin Nazi pada tahun 1941-1942, pedoman ini berisi serangkaian rencana ekonomi dan demografi ysng menekankan perlunya Lebensraum dan penjajahan wilayah Timur di pusat invasi.
Mengutip dari Yad Vashem, Generalplan Ost mencakup rencana pengusiran atau perbudakan sebagian besar bangsa non Arya, pemusnahan orang-orang Yahudi yang tinggal di wilayah taklukan, dan pemukiman kembali wilayah-wilayah kosong dengan orang Jerman dan Volksdeutsche (etnis Jerman). [BP]