Sebelum dimulainya Perang Dunia 2 hingga jatuhnya Berlin ke tangan Uni Soviet pada tahun 1945, Nazi telah menerapkan berbagai kebijakan dan program gila. Salah satunya adalah Program Lebensborn. Tujuannya adalah meningkatkan populasi ras Arya murni dan sehat di Jerman hingga mencapai 120 juta.
Heinrich Himmler menciptakan Program Lebensborn pada tanggal 12 Desember 1935, ketika Undang-Undang Nuremberg melarang perkawinan campuran dengan orang Yahudi dan ras lain yang dianggap lebih rendah derajatnya. Istilah Lebensborn berarti “Sumber Kehidupan”.
Program Lebensborn sangat dipengaruhi oleh ideologi rasial dan teori eugenika Nazi, yang meyakini bahwa sifat-sifat unggul seperti kesetiaan dan keberanian dapat diwariskan dan dapat dikembangkan melalui proses pembiakan selektif.
Program ini awalnya berfokus mendorong para anggota SS dan Wehrmacht untuk memproduksi anak dan mencegah para perempuan Arya yang sedang hamil melakukan aborsi, dengan harapan Jerman akan memiliki populasi yang kuat, “elit secara rasial”, dan mampu menjajah wilayah-wilayah Eropa Timur. Akan tetapi, lama kelamaan terjadi berbagai penyelewengan yang membuat program ini menjadi semakin kontroversial.
Berikut ini adalah detail dari Program Lebensborn yang telah Koran Sulindo rangkum dari berbagai sumber.
Tentara SS Harus Menikah Dini
Sesuai arahan Himmler, Program Lebensborn hanya menerima orang-orang sehat dengan garis keturunan Arya yang jelas dan terbukti. SS secara langsung menyaring riwayat medis anggota-anggotanya dan memeriksa semua catatan keluarga mereka. Rambut pirang dan mata biru lebih disukai, dan garis keturunan keluarga harus ditelusuri hingga setidaknya tiga generasi.
SS akan menolak dan menyingkirkan orang-orang yang memiliki tanda-tanda “ketidakmurnian” ras, masalah kesehatan, dan mengidap disabilitas fisik maupun mental.
Para tentara SS dan Wehrmacht yang lolos seleksi diharuskan menikah dini dan memproduksi anak sebanyak mungkin, setidaknya empat. Program Lebensborn kemudian akan memberi bantuan keuangan kepada anggota yang memiliki keluarga besar.
Rumah-rumah Produksi Anak
Perempuan-perempuan Arya yang hamil, baik setelah menikah maupun di luar nikah, dianggap “berharga secara rasial”, sehingga mereka turut mendapat perhatian pemerintah.
Pada saat itu, para ibu tunggal sering menderita di bawah tekanan dari masyarakat Jerman. Program Lebensborn berusaha mengatasi hal ini dengan menawarkan dukungan finansial, layanan adopsi, serta menyediakan serangkaian rumah bersalin swasta yang nyaman, anonim, dan jauh dari keluarga, teman, dan kenalan yang menghakimi.
Rumah-rumah ini juga berfungsi sebagai tempat pertemuan bagi para perempuan Jerman dengan “ras murni” yang ingin memproduksi anak dengan perwira-perwira SS. Mirisnya, perabotan untuk rumah-rumah produksi tersebut merupakan hasil rampasan terbaik dari rumah-rumah orang Yahudi yang telah dikirim ke kamp konsentrasi.
Program Lebensborn mengambil alih pengasuhan anak-anak yang lahir di rumah-rumah produksi ini dan menentukan masa depan mereka, seperti di mana mereka akan tinggal dan pendidikan mereka. Namun para ibu tunggal harus memperoleh izin dari kantor pusat Lebensborn agar bisa membawa pulang bayi mereka yang baru lahir.
Dengan cara-cara ini, Himmler berharap dapat mencegah aborsi. Rezim Nazi mendukung langkah ini dengan memperkuat hukum yang melarang aborsi dan meningkatkan hukuman bagi mereka yang melakukannya.
Meski para perempuan Arya dilarang melakukan aborsi, otoritas Nazi menerapkan kebijakan yang mengharuskan rakyat untuk melakukan sterilisasi terhadap mereka yang dianggap tidak memiliki “ras baik”. Himmler memperkirakan setidaknya ada 100.000 kehamilan “bernilai biologis” yang dihentikan di Jerman setiap tahun karena kewajiban itu.
Eksploitasi oleh Program Lebensborn
Khawatir Jerman akan kehilangan ribuan prajuritnya yang paling “berharga secara rasial” akibat perang, Himmler membangun rumah-rumah produksi anak di wilayah-wilayah yang diduduki Nazi. Di sana, personel SS, militer, dan orang-orang sipil Jerman menghamili perempuan-perempuan asing. Program Lebensborn selanjutnya mengambil alih kendali anak-anak yang lahir jika kesehatan ibu, sejarah keluarga, dan garis keturunan Arya telah terbukti.
Melalui program ini, Nazi juga terlibat dalam penculikan ribuan anak. Para anggota SS beramai-ramai mencari warga etnis Jerman yang tinggal di negara-negara Eropa Timur dan Selatan dan “memulangkan” mereka ke Reich Ketiga. Mereka juga menculik anak-anak yang berdarah Jerman atau sekadar memiliki ciri-ciri fisik yang dianggap “Arya” oleh Nazi.
Di Polandia saja terdapat sekitar 100.000 anak yang telah diculik. Di pusat-pusat ini, Nazi melakukan segala cara untuk memaksa anak-anak itu menolak dan melupakan orang tua kandung mereka. Sebagai contoh, para perawat SS mencoba meyakinkan anak-anak bahwa mereka sengaja ditelantarkan oleh orang tua mereka.
Program Lebensborn kemudian menempatkan anak-anak ini dengan keluarga-keluarga Jerman melalui layanan adopsi. Keluarga-keluarga yang mengadopsi percaya bahwa mereka telah menjadi yatim piatu akibat perang.
Kegagalan Program Lebensborn
Program Lebensborn tidak sepenuhnya berhasil mewujudkan rencana Himmler. Meskipun panti asuhan program tersebut mengklaim menegakkan standar tertinggi pengobatan modern, ada banyak keluhan serius tentang kualitas perawatan medis.
Dan karena sifatnya tertutup (demi keamanan perempuan-perempuan Jerman yang hamil), pengiklanan program tersebut tidak berjalan lancar. Akibatnya, pemerintah kesulitan menarik perempuan-perempuan yang memenuhi syarat. Himmler juga memperkirakan bahwa 100.000 perempuan Jerman yang “bernilai biologis” melakukan aborsi ilegal setiap tahun, meskipun hukumannya semakin berat.
Hanya ada sekitar 7.000 anak yang lahir di rumah-rumah produksi Lebensborn saat program tersebut berlangsung selama sembilan tahun. Dalam perkembangannya, Program Lebensborn malah lebih banyak membesarkan anak-anak asing yang diculik dari negara-negara Eropa Timur dan Selatan.
Program Lebensborn juga gagal menciptakan keluarga-keluarga yang harmonis karena hanya sedikit orang yang menerima bantuan finansial dari pemerintah setelah memproduksi anak. Ini menyebabkan keluarga-keluarga di Jerman menjadi berantakan.
Anak-anak yang menolak pendidikan Nazi sering dipukuli, dan sebagian besar dari mereka akhirnya dideportasi ke kamp konsentrasi. Dan setelah perang, anak-anak yang lahir atau diadopsi selama Program Lebensborn terpaksa berjuang melawan krisis identitas dan diskriminasi dari pihak-pihak yang menentang Nazisme. [BP]