Koran Sulindo – Bekas Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono mengaku dirinya sudah mengumpulkan uang sejak lama sebelum akhirnya disita penyidik KPK.

Menurut Tonny, uang-uang itu berasal dari uang perjalanan dinas, uang pribadi almarhumah istrinya dan uang dari kontraktor, dan pengurusan izin.

“Uang itu saya kumpulkan selama bertahun-tahun, bahkan ada yang sudah meleleh karena menempel. Ada uang istri saya juga sebagai guru,” kata Tonny Budiono saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/12).

Tonny didengar kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan. Adi diduga menyuap Tonny sebagai Dirjen Hubla senilai Rp2,3 miliar terkait pelaksanaan pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk.

Dalam operasi tangkap tangan terhadap Tonny Budiono, KPK menyita uang total senilai Rp18-19 miliar yang disimpan pada 30 ransel di kamar Tonny. Uang sejumlah ditemukan dalam berbagai bentuk mata uang seperti dolar Singapura, dolar AS, ringgit Malaysia, hingga poundsterling.

Tonny mengaku alasannya menyimpan uang tunai karena sebagai pejabat dirinya kadang mendadak perlu uang. Ia mencontohkan ketika dirinya ditunjuk sebagai kordinator pencarian black box Air Asia dengan membawa uang tunai satu juta dolar, termasuk uang perjalanan dinas dan honor.

Dalam kesaksiannya itu, Tonny menjelaskan uang-uang yang diterima itu berasal dari berbagai pihak termasuk salah satu asosiasi pengurusan izin melalui seseorang yang dipanggil sebagai Ibu Billy.  “Jumlahnya US$ 30.000, lalu dari PT Dumas US$ 10.000, perusahaan Safik US$ 50.000, Harsono Rp30 juta,” kata Tonny.

Tonny juga mengakui bahwa kontrak-kontrak yang dibuat oleh Kemenhub dengan kontraktor terkait pekerjaan-pekerjaan di Direktorat Hubungan Laut memang penuh rekayasa.

“Saat saya jadi direktur memang namanya kontrak di perhubungan laut penuh rekayasa evaluasi.  Saya melihat proyek pengerukan sudah ada kavling-kavlingnya, makanya sejak saya menjadi Dirjen Hubla, saya tertibkan itu, tapi saya khilaf masih terima uang,” kata Tonny.

Ia juga mengakui ada pegawai di Ditjen Hubla Kemenhub yang memang mengumpulkan uang untuk diberikan kepada auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan, termasuk pejabat pembuat komitmen proyek. Tonny juga mengaku ada pemberian kepada Paspampres senilai Rp100 juta hingga Rp150 juta untuk setiap kegiatan. [TGU]