MASA jabatan Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) Jenderal Andika Perkasa akan segera usai pada Desember 2022. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun secara resmi mengajukan nama Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono sebagai calon penggantinya. Penunjukan tersebut sudah diajukan Kepala Negara kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

Alasan penunjukan Laksamana Yudo Margono sebagai calon Panglima TNI adalah sebagai rotasi matra. Di mana sebelumnya Jenderal Andika berasal dari TNI Angkatan Darat dan sebelumnya juga telah diisi oleh Marsekal  TNI Hadi Tjahjanto yang berasal dari TNI Angkatan Udara.

Menariknya, rotasi matra ini diatur dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada Pasal 13(4) yang berbunyi: “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.”

Adanya rotasi matra ini ditujukan untuk membuat kesetaraan dalam antar matra di TNI. Namun, saat penunjukan Jenderal Andika Perkasa tahun 2021 lalu membuat rotasi ini tidak terjadi dan menimbulkan kehebohan di publik. Saat itu sesuai dengan UU TNI seharusnya Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto harus berasal dari TNI Angkatan Laut. Apalagi kali terakhir seorang Panglima TNI dijabat oleh matra laut adalah Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono pada tahun 2010-2013.

Setelah Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono turun, tahun-tahun setelahnya diisi oleh matra TNI Angkatan Darat, yaitu Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko tahun 2013-2015 dan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang menjabat dari tahun 2015 hingga 2017.

Pada UU yang sama, penunjukan Panglima TNI yang baru melalui penunjukan presiden dengan mengusulkan satu nama calon untuk dibawa ke depan DPR untuk disetujui. Meskipun presiden memiliki hak untuk mengusulkan nama calon Panglima TNI namun DPR bisa menolak usul tersebut dengan alasan tertulis yang jelas jika tidak maka dianggap DPR telah menyetujui usul presiden.

Selanjutnya, Laksamana Yudo Margono bakal menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi I DPR. Menurut anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin akan ada 5 hal atau topik khusus dalam uji kelayakan tersebut.

Yang pertama ialah mengenai kenetralitasan para anggota TNI menjelang tahun pemilu dan pilpres 2024. Kedua, tentang kedisiplinan prajurit yang dinilai turun. Ketiga, pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keprofesionalitasan prajurit TNI. Keempat, panglima TNI harus melanjutkan renstra minimum essential force (MEF), dan yang kelima atau terakhir adalah soal kesejahteraan prajurit.

Lalu, bagaimana soal Papua?

Saat menjalani fit and proper test di depan DPR pada tahun 2021, Jenderal Andika Perkasa saat itu mengatakan akan memilih pendekatan humanis daripada pendekatan militer saat akan menyelesaikan konflik-konflik di tanah Papua. Ia memang tidak menutup-nutupi bahwa ada kekerasan aparat yang massif di Papua. Namun, bukankah ini seperti mengulang lagu lama? Setiap calon bakal Panglima TNI akan menyanyikan suara lama soal konflik di Papua meskipun pada faktanya kekerasan terhadap masyarakat Papua yang dilakukan oleh aparat TNI tidak hilang ataupun menurun.

Menurut catatan KontraS ada sebanyak 61 kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI selama periode Oktober 2021 hingga September 2022. Bahkan dalam catatan tersebut mengungkapkan bahwa angka kekerasan yang melibatkan militer terbanyak ada di provinsi Papua.

Jika terpilih Laksamana Yudo Margono akan mengalami fase yang sama seperti pendahulunya. Konflik dan kekerasan di Papua akan menjadi PR besar yang harus ia selesaikan saat menjabat pucuk pimpinan dari seluruh prajurit TNI.

Semestinya pendekatan militeristik yang selama ini tumbuh berkembang di Papua harus dihentikan. Penambahan prajurit-prajurit sudah terbukti tidak efektif dalam menyelesaikan kasus konflik di bumi cendrawasih. Langkah ini juga tercermin dari bagaimana pemerintah ingin menyelesaikan persoalan kemanusian di Papua, penambahan barak-barak bukanlah solusi namun hanya menambah gambaran pendekatan keamanan tanpa penyelesaian.

Kekerasan yang terus berlanjut hanya menambah daftar pelanggaran HAM yang dilakukan oleh prajurit TNI. Maka dari itu metode apa yang akan digunakan oleh calon Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan menjadi agenda penting dan menarik untuk disimak. [NS]