Koran Sulindo – Pergerakan laju inflasi yang melambat pada awal 2021 masih dipengaruhi oleh dampak pandemi Covid-19 kepada perekonomian.
Pasalnya, pandemi Covid-19 ini telah menyebabkan mobilitas masyarakat menjadi berkurang, roda perekonomian tidak bergerak, pendapatan ikut berkurang dan penerimaan menjadi melemah.
“Ini mengindikasikan dampak pandemi terus membayangi perekonomian dan perlu kita waspadai,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Senin (1/3).
Kondisi itu terlihat dari pencatatan inflasi pada Februari 2021 sebesar 0,10 persen atau lebih rendah dari Januari 2021 sebesar 0,26 persen dan Februari 2020 sebesar 0,28 persen.
“Laju inflasi ini lebih lambat dari bulan sebelumnya dan bulan sama tahun sebelumnya. Dampak pandemi belum reda dan terlihat permintaan domestik masih lemah,” kata Suhariyanto.
Inflasi yang melambat ini juga, kata Suhariyanto terlihat dari lima kelompok pengeluaran pada Februari 2021 yang tidak memberikan andil sama sekali terhadap inflasi.
Kelompok tersebut antara lain pakaian dan alas kaki, kesehatan, informasi, komunikasi dan jasa keuangan, rekreasi, olahraga, dan budaya, serta pendidikan.
Untuk itu Suhariyanto mengharapkan adanya upaya lanjutan untuk meningkatkan kembali permintaan, menaikkan daya beli masyarakat dan mendorong kinerja konsumsi rumah tangga.
“Dari sisi suplai, bahan makanan terjaga tapi permintaan masih cenderung lemah. Ini jadi tantangan untuk memperkuat konsumsi rumah tangga ke depan,” kata Suhariyanto.
Sebelumnya BPS mencatat terjadinya inflasi pada Februari 2021 sebesar 0,10 persen karena pengaruh kenaikan harga cabai rawit, ikan segar dan beras.
Dengan inflasi ini, maka inflasi tahun kalender Januari-Februari 2021 tercatat sebesar 0,36 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) 1,38 persen.
BPS mencatat terjadinya inflasi pada Februari 2021 sebesar 0,10 persen. “Inflasi ini jauh lebih lambat dari Januari 2021 0,26 persen dan lebih lambat Februari 2020 sebesar 0,28 persen,” kata Suhariyanto. [WIS]