Kuasai Pangsa Pasar Penerbangan Domestik, Lion Air Abaikan soal Keamanan

Industri penerbangan dalam negeri terus bertumbuh walau memiliki rekam jejak yang buruk dalam hal keamanan [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Sesungguhnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan industri penerbangan Indonesia di masa mendatang jika kecelakaan pesawat udara Lion Air JT-610 tidak terjadi pada 29 Oktober lalu. Pasalnya, semua analisis menunjukkan pertumbuhan industri aviasi negeri ini sedang bergairah dan akan terus tumbuh.

Indonesia disebut sebagai salah satu pasar domestik terbesar dan paling dinamis di dunia. Lalu lintas penerbangan domestik telah meningkat tiga kali lipat dalam 12 tahun terakhir. Jika dibandingkan dengan 2005, jumlah penumpang pesawat komersial dalam negeri tidak lebih dari 30 juta orang. Berselang 12 tahun, pertumbuhan jumlah penumpang menembus lebih dari 100 juta pada 2017.

“Jumlah penumpang pesawat udara hari ini mencapai 112 juta. Jumlah penduduk sekitar 260 juta. Rasio pengguna pesawat udara kita sekitar 0,48 persen. Masih kecil jika dibandingkan dengan Singapura yang 5 kali dari jumlah penduduknya; atau Malaysia 3,5 kali dari jumlah penduduk; dan Australia 3 kali dari jumlah penduduk,” tutur Arista Atmadjati dari Arista Indonesia Aviation Center saat dihubungi akhir Oktober lalu.

Arista menuturkan, faktor pendukung lain yang mendukung prospek bisnis aviasi Indonesia akan terus berkembang karena pertumbuhan ekonomi yang masih di atas 5 persen. Ini berarti pergerakan masyarakat baik pebisnis maupun masyarakat umum masih akan menggunakan pesawat udara sesuai dengan kepentingannya, semisal untuk bisnis dan berlibur.

Di samping prospek bisnis penerbangan Indonesia yang menjanjikan itu, komposisi penguasaan pasar juga telah banyak berubah. Sekitar 12 tahun lalu, tidak ada satu maskapai penerbangan yang mampu menguasai pangsa pasar hingga 25 persen. Namun, komposisi itu sudah berubah. Pangsa pasar penerbangan domestik terbesar dikuasai Lion Air Group dan di urutan kedua Garuda Indonesia. Lion Air kali pertama mampu menguasai pangsa pasar penerbangan terjadwal domestik lebih dari 50 persen terjadi pada 2017.

Sebelum dua tahun terakhir ini, industri penerbangan Indonesia sama sekali tidak bergairah. Maskapai penerbangannya dilarang terbang ke Eropa dan Amerika Serikat. Reputasi Indonesia untuk penerbangan benar-benar buruk dan sama sekali tidak memenuhi standar keselamatan serta keamanan penerbangan. Akan tetapi memasuki 2012, perbedaan industri penerbangan berkembang dramatis.

Salah satu bukti bergairahnya industri penerbangan Indonesia ketika maskapai Air Asia menggeser bisnisnya dari Malaysia ke Jakarta. Itu menandakan industri penerbangan Indonesia kian berpengaruh dan penting. Bersamaan dengan Lion Air yang mengambil segmen sebagai maskapai penerbangan bertarif rendah (LCC), Garuda Indonesia dengan segmen memberikan layanan penuh dan sejumlah maskapai lainnya, Air Asia Indonesia memasuki pasar yang sedang booming.

Meski bermain di segmen memberi layanan penuh, pangsa pasar Garuda tetap mencapai 33 persen pada 2017. Angka ini turun dari 38 persen pada 2015. Tetapi secara keseluruhan meningkat 19 persen sejak 2010. Pada tahun itu juga, Kementerian Perhubungan menerbitkan izin pembukaan sebanyak 83 rute penerbangan sipil komersial baru yang terdiri atas 58 rute domestik dan 25 rute internasional.

Ada dua alasan pemerintah membuka rute baru itu. Pertama, untuk memudahkan akses ke daerah-daerah pelosok atau daerah terisolasi selama ini. Lalu, untuk memperkuat transportasi antar-daerah. Dari fakta itu, Indonesia menjadi pasar penerbangan domestik terbesar kelima di dunia. Amerika Serikat merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan penumpang tertinggi di dunia. Lalu, disusul Tiongkok, India dan Jepang. Sedangkan Indonesia berada di posisi kelima.

Seiring pertumbuhan bisnis Lion Air, akan tetapi maskapai ini dinilai memiliki masalah keamanan. Tercatat sejak 2002 hingga 2018, maskapai ini telah mengalami kecelakaan sebanyak 14 kali. Semisal, penerbangan Lion Air pada 2004 yang tergelincir di Surakarta sehingga menewaskan 25 orang. Kemudian, pada 2013, Lion Air ketika mendarat di bandara Denpasar justru melewati areal landasan sehingga nyebur ke laut. Memang tidak ada yang meninggal dalam insiden itu.

Dan dalam beberapa tahun terakhir, sesama pesawat Lion Air Group saling bertabrakan, juga menabrak sapi serta pilotnya kedapatan menggunakan narkoba. Terbaru adalah jatuhnya pesawat udara Lion Air Boeing 737 tipe Max-800 di Perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018. Badan Nasional Pencari dan Pertolongan memastikan tidak ada korban yang selamat dalam peristiwa itu. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) saat ini sedang menyelidiki penyebab kecelakaan dan jatuhnya Lion Air JT-610. [KRG]