KSP: Reforma Agraria Harus Hasilkan Kekuatan Ekonomi Masyarakat

Ilustrasi/presidenri.go.id

Koran Sulindo – Program reforma agraria harus menghasilkan kekuatan ekonomi di masyarakat, bukan sekadar urusan bagi-bagi lahan belaka. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki berharap program Kantor Staf Presiden itu bisa berjalan dalam kerangka membangun kekuatan ekonomi.

“Terutama agar Program Prioritas Presiden bisa diakomodasi dengan baik,” kata Teten, ketika menerima Sarekat Hijau Indonesia (SHI), di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (8/3), seperti dikutip situs ksp.go.id.

SHI mengundang Presiden Joko Widodo membuka Konggres yang akan diadakan di Bandung, April nanti.

Sekjen SHI, Ade Indriani Zuchri, mengatakan Sarekat Hijau didirikan dengan tujuan untuk menegakkan keadilan ekologi dan keadilan sosial. Sebelum kongres, SHI menyelenggarakan konferensi internasional dihadiri 10 negara dengan tema ‘Dinamika Politik Hijau dan Kearifan Lokal’.

Teten menerima Sarekat Hijau didampingi Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Noer Fauzi Rachman dan Tenaga Ahli Bidang Kajian Pengelolaan Isu-Isu Ekologi Abetnego Tarigan.

Pertemuan juga membahas Desa Hijau Berbasis Kawasan, program yang sedang dikembangkan SHI, dan upaya mengkoneksikannya dengan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Rencana Kerja Pemerintah 2017

Reforma agraria yang digulirkan pemerintah digagas untuk mengatasi kemiskinan, ketimpangan, dan sulitnya lapangan pekerjaan.

“Ketiga hal itu menjadi problem pokok dan mendasar yang dihadapi masyarakat perdesaan,” kata Jokowi, saat Rapat Terbatas Kabinet tentang Reforma Agraria pada 24 Agustus 2016, seperti dikutip situs presidenri.go.id.

Selama ini kepemilikan tanah di kalangan petani gurem dan buruh tani menjadi akar persoalan yang melahirkan lingkaran kemiskinan.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menetapkan reforma agraria sebagai bagian dari Rencana Kerja Pemerintah tahun 2017 dalam Perpres No 45/2016 pada 16 Mei 2016. Terdapat 5 (lima) Program Prioritas terkait Reforma Agraria : 1) Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria ; 2) Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria ; 3) Kepastian Hukum dan Legalisasi atas Tanah Obyek Reforma Agraria ; 4) Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria ; dan 5) Kelembagaan Pelaksanaan Reforma Agraria Pusat dan Daerah.

Presiden Jokowi memerintahkan untuk segera mempercepat program ini, dengan fokus distribusi lahan pada buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar.

“Semangat reforma agraria adalah terwujudnya keadilan dalam penguasaan tanah kepemilikan, penggunaan, dan pemanfataan tanah wilayah dan sumber daya alam,” kata Jokowi.

Belum Punya Skema

Pada November 2016 lalu, Presiden Jokowi mengatakan belum menemukan skema pembagian lahan seluas 9 juta hektare pada rakyat.

“Sampai sekarang belum ketemu jurusnya. Gimana yang sudah diberi juga tidak dijual, itu jurusnya belum ketemu. Jadi saya stop dulu, jangan diberikan sebelum kita memiliki sebuah skema yang benar dalam pembagian itu,” kata Presiden Jokowi, saat acara pemberian penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara di Istana Negara Jakarta, Rabu (30/11), seperti dikutip Antara.

Pemerintah disebutnya dalam satu setengah tahun ini mengumpulkan bahan lahan-lahan yang sudah mencapai 9 juta hektare.

“Nanti pembagian nyampai kepada rakyat, kepada koperasi, harus tepat. Jangan sampai dibagi-dibagi, tapi nanti dijual, tidak dapat berproduksi, diberi yang gede-gede,” kata Jokowi.

Program redistribusi lahan 9 juta hektar ini tercantum dalam poin ke-5 Nawacita.

Pada 27 Februari 2015, Presiden Jokowi memimpin Rapat terbatas kabinet  mengenai ketersediaan lahan seluas 9 juta hektar yang akan dibagikan kepada rakyat itu, di Kantor Presiden, Jakarta.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, saat itu mengatakan program itu bertujuan menata ulang (reforma agraria/redistribusi lahan) dan urusan legalisasi.

Target program itu mencakup 4,5 juta penduduk miskin. Kebijakan ini bisa menambah kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,8 hektar menjadi 2 hektar per petani. [DAS]