Kritik Komnas Perempuan terhadap Publik dan Media Massa soal Prostitusi Online

Ilustrasi prostitusi online [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Masifnya pemberitaan tentang prostitusi secara daring menyita perhatian Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Fokus lembaga ini bukan karena melibatkan selebritas, tapi pemberitaan tersebut cenderung menyalahkan dan memojokkan perempuan.

Pemberitaan itu, demikian Komnas Perempuan, sangat sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan pihak perempuan beserta keluarganya sebagai korban. Selain nama mereka disebut secara terbuka, juga wajah keluarganya dipublikasikan secara terang-terangan.

Komnas Perempuan telah mengumpulkan catatan berdasarkan pemantauan dan pendokumentasian berbagai konteks kekerasan terhadap perempuan yang berhubungan dengan industri prostitusi atau perempuan yang dilacurkan. Kaum perempuan itu umumnya korban perdagangan orang, perempuan dalam kemiskinan, korban eksploitasi orang-orang dekat serta perempuan dalam jeratan muncikari bahkan bagian dari gratifikasi seksual.

“Sekalipun dalam level artis, kerentanan itu kerap terjadi,” tutur Komnas Perempuan dalam keterangan resminya.

Dikatakan Komnas Perempuan, prostitusi secara daring dikhawatirkan sebagai bentuk perpindahan lokasi dari prostitusi konvensional. Prostitusi secara daring menyangkut kejahatan siber yang berbasis kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus balas dendam bernuansa pornografi yang dapat berupa distribusi gambar atau percakapan tanpa seizin yang bersangkutan.

Menurut Komnas Perempuan, pengaduan langsung menyangkut balas dendam bernuansa pornografi kian kompleks pada 2018. Juga perlunya kajian yang mendalam karena tidak sedikit yang menjadi korban pembunuhan hanya karena menjadi perempuan atau mengalami kematian secara bertahap karena kerusakan alat reproduksi.

Berdasarkan itu, Komnas Perempuan menyimpulkan, prostitusi adalah kekerasan terhadap perempuan sehingga menentang kriminalisasi yang menyasar kepada perempuan yang dilacurkan. Itu sebabnya, media massa yang meliputi cetak, daring dan elektronik telah melanggar kode etik jurnalistik karena dengan sengaja mengeksploitasi seseorang secara seksual, terutama korban.

Berdasarkan analisis media yang dibuat Komnas Perempuan itu, masih banyak media massa yang memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus kekerasan seksual dan tidak berpihak kepada korban. Lembaga ini amat menyayangkan masifnya pemberitaan sehingga melebihi proses pengungkapan kasus yang baru berjalan.

Pemberitaan dinilai acap kali mengeksploitasi korban, membuka akses informasi korban kepada publik sehingga korban telah diadili lewat pemberitaan media massa. Berdasarkan itu, Komnas Perempuan menegaskan, agar penegak hukum berhenti mengekspose penyelidikan prostitusi secara daring kepada publik.

Kemudian, media massa diminta untuk tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan termasuk dalam hal ini selebritas yang diduga terlibat dalam kasus prostitusi secara daring. Juga meminta media massa untuk menghentikan pemberitaan yang bernuansa membenci perempuan dan cenderung menyalahkan perempuan.

Kepada masyarakat, Komnas Perempuan meminta agar tidak menghakimi perempuan korban eksploitasi industri hiburan secara masif. Terakhir, semua pihak diminta untuk kritis mencari akar persoalan munculnya prostitusi secara daring dan melihat kasus itu sebagai jeratan kekerasan seksual dimana umumnya kaum perempuan menjadi korban penipuan dan perdagangan manusia. [KRG]