Koran Sulindo – Komisi Pemilihan Umum memastikan bakalan sulit melakukan perusakan atau pencoblosan surat suara sebelum hari pemungutan suara karena pada prosesnya pemungutan dipantau sejumlah pengawas dan saksi.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi memastikan, tak akan ada kecurangan berupa surat suara yang sudah tercoblos sebelum hari pemungutan suara.
“Di proses pemungutan dan penghitungan suara itu ada KPPSnya juga bukan hanya satu. Kalau ada pengawas pemilu dan ada saksi-saksi juga ada pemilih yang ada di situ juga yang mengetahui karena preferensi pilihannya kan pasti beda-beda,” kata Pramono seperti dikutip dari kompas.com.
Menurut Pramono dilihat dari prosedur dan tata cara penyortiran, pelipatan, penghitungan, distribusi hingga pemungutan dan penghitungan suara, akan dengan mudah untuk mengetahui jika terjadi kecurangan.
Sebelum pemungutan suara dimulai, surat suara yang sampai ke TPS bakalan dihitung terlebih dahulu. Sesuai mekanisme, ketika petugas memberikan ke pemilih surat suara dalam keadaan terbuka sehingga akan dengan mudah diketahui surat suara yang rusak atau telah dicoblos.
“Sehingga kalau ada kecurangan dari salah satu pihak bisa dipukuli rame-rame itu. Kecil peluang terjadinya penyelundupan surat suara yang sudah dicoblos,” kata Pramono.
Meskipun begitu, untuk meminimalisasi potensi kecurangan KPU mengharapkan supaya seluruh partai politik dan pasangan capres dan cawapres dapat menghadirkan saksi di TPS. Selain itu masyarakat juga didorong untuk mengikuti proses pemungutan dan penghitungan suara sejak awal sampai selesai.
Sebelum KPU Sumatera Utara memastikan beredarnya kabar sejumlah surat suara di Kota Medan tercoblos merupakan berita tidak benar alias hoaks.Isu itu menyebar setelah beredarnya video mengenai keberadaan surat suara sudah tercoblos.
Ketua KPU Sumut Yulhasni menyatakan surat suara dalam video itu bukan untuk Pilpres 2019, melainkan Pilkada Tapanuli Utara 2018.
“Kami jelaskan bahwa itu adalah informasi bohong dan hoaks, peristiwa itu sebenarnya terjadi di pemilihan kepala daerah, bupati dan wakil bupati, di Tapanuli Utara pada 2018,” kata Yulhasni di kantor KPU Pusat, Jakarta pada Minggu (3/3).
Yulhasni menyebut KPU Sumut mendeteksi penyebaran informasi hoaks itu pada Sabtu malam, 2 Maret kemarin. Setelah KPU Sumut meminta klarifikasi kepada KPU Kota Medan, ternyata video tersebut berisi informasi tersebut ternyata merekam peristiwa yang terjadi di kantor KPU Tapanuli Utara ketika Pilkada 2018.
“Teman teman KPU Tapanuli Utara mengatakan ini peristiwa di kantor mereka dan mereka tahu betul peristiwa itu, karena mereka menyimpan rekamannya,” kata Yulhasni.
Ia menyebut video itu memuat amuk massa yang dipicu oleh kekecewaan pada hasil rekapitulasi suara TPS di 8 desa di Kecamatan Siborong-Borong, Tapanuli Utara, saat Pilkada 2018.
Massa mendatangi kantor KPU Tapanuli Utara karena menganggap ada kecurangan yang dilakukan pasangan calon petahana yang kebetulan bernomor urut 1.
“Kebetulan yang menang petahana yang kebetulan nomor urut 01. Karena itu kalau rekan-rekan mendengar teriak-teriakan 01, karena 01 itu sampaikan protes Karena petahana dianggap lakukan kecurangan dan KPU dianggap terlibat,” kata Yulhasni.
Ia juga menambahkan saat ini, KPU Sumut belum menerima surat suara Pilpres 2019. KPU Kota medan juga baru merencanakan pelipatan surat suara pada 5 maret 2019.
“Kami pastikan gudang surat suara yang dimiliki KPU Kota Medan berada di bekas Bandara Polonia Medan dan dijaga ketat aparat kepolisian karena itu kompleks TNI AU,” kata dia.
KPU Sumut sudah melaporkan akun media sosial penyebar video dan informasi hoaks soal surat suara tercoblos itu kepada kepolisian.
“Melaporkan akun atas nama Muhamad Adrian, yang pertama kali men-share informasi tentang video itu dan kami berharap kepolisian bisa bertindak tegas, bisa mengusut karena Sumut ini selalu menjadi barometernya Indonesia,” kata dia.[TGU]