Koran Sulindo – Ada potensi pelanggaran pada peraturan gubernur (Pergub) DKI terkait kebijakan pengendalian lalu lintas jalan berbayar elektronik (electronic road pricing, ERP). Demikian diungkapkan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sarkawi Rauf dalam focus group discussion (FGD) di Gedung KPPU Jakarta, Selasa (27/12). “KPPU menemukan pelanggaran tersebut melalui surat saran dan pertimbangan pada bulan Oktober 2016 mengenai kebijakan pengendalian lalu lintas jalan berbayar elektronik,” kata Sarkawi.
Ditambahkan, dalam saran dan pertimbangan tersebut, KPPU merujuk pada adanya potensi mempersempit ruang tender pada teknologi dedicated short range communication (DSRC) frekuensi 5,8 GHz. Tak hanya itu, lanjutnya, dugaan pelanggaran yang KPPU miliki pun diperkuat dengan ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf C. “Pergub dimaksud mengatur bahwa teknologi yang digunakan dalam kawasan pengendalian lalu lintas jalan berbayar elektronik adalah menggunakan komunikasi jarak pendek atau dedicated short range communication, DSRC, dengan frekuensi 5,8 GHz,” tuturnya. Karena itu, tambahnya, pihaknya menilai pergub tersebut dapat menahan dan mempersempit ruang persaingan yang ada pada tender.
Dengan demikina, vendor dengan teknologi lain, seperti radio frequency identification (RFID) atau global positioning system (GPS), tidak dapat masuk ke ranah persaingan. “Untuk itu, KPPU akan mengawal dengan ketat komitmen dalam upaya pencegahan pelanggaran Undang-Undang Persaingan Usaha dan memberikan pendampingan terhadap kebijakan masalah ERP ini,” kata Sarkawi lagi.
Sebelumnya, pada 26 Oktober lalu, Sarkawi juga telah mengatakan pergub tersebut diskriminatif. Pergub tersebut, lanjutnya, menjadi salah satu payung hukum lelang ERP yang telah dilaksanakan pada 29 Juli 2016, dengan proses pemasukan atau upload dokumen mulai 1 Agustus hingga 31 Oktober 2016.
Menurut Sarkawi, jika dinilai dari sudut pandang persaingan usaha, pembatasan penggunaan teknologi dalam penerapan ERP, yang hanya menggunakan teknologi DSRC, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Klausul pembatasan penggunaan teknologi itu berpotensi melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, karena akan mengakibatkan lelang ERP bersifat diskriminatif dan menghambat pelaku usaha lain dengan teknologi yang kompetitif mengikuti lelang tersebut,” kata Syarkawi. Padahal, terdapat beberapa teknologi lain yang dapat digunakan dalam ERP.
Lagi pula, diungkapkan Syarkawi lagi, teknologi DSRC mulai ditinggalkan sejumlah negara yang menerapkan sistem ERP. “Misalnya Singapura, Negara Kota ini menerapkan sistem ERP dengan teknologi DSRC sejak 1998. Namun, pada 2020 akan beralih ke teknologi satelit navigasi dan 4G LTE. Selain Singapura, negara lainnya yang telah beralih dari teknologi DSRC ke teknologi RFID antara lain India pada tahun 2010, Malaysia tahun 2016, dan Vietnam tahun 2016,” katanya seperti dikutip Antara.
Karena itu, KPPU mengharapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam lelang ERP, dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha lain yang memiliki teknologi kompetitif dapat turut serta mengikuti lelang. “KPPU siap untuk memberikan saran dan pertimbangan terkait dengan perumusan kebijakan yang akan diambil Pemprov DKI terkait lelang ERP ini,” tuturnya.
Seperti diketahui, Pemprov DKI telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor149/2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik untuk melaksanakan sistem ERP dengan teknologi DSRC. Jenis teknologi DSRC yang dicantumkan dalam peraturan itu diklaim memungkinkan terlaksananya multi-vendor dan multi-operator. [RAF]