Ilustrasi: Gula pasir/kemendag.go.id

Koran Sulindo – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada pengaturan distribusi gula pasir yang mengakibatkan tingginya harga, walaupun pemerintah sudah mengimpor ratusan ribu ton gula.

“Adanya disparitas harga gula nasional dan internasional yang sangat tinggi ini tentunya menciptakan insentif bagi produsen dalam melakukan importasi gula daripada meningkatkan produksi atau menyerap produksi domestik,” kata Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih, di Jakarta, Jumat (15/5/2020).

Jika dibandingkan dengan data yang dikeluarkan “International Sugar Organization”, harga gula nasional sekitar 240-260 persen lebih tinggi dibandingkan harga internasional pada April dan Mei 2020.

Masih tingginya harga gula pasir saat ini menjadi perhatian dan telah meningkatkan status dari pengawasan ke inisiatif.

“Untuk gula pasir ini sudah menjadi perhatian kami di KPPU dan sekarang statusnya sudah kami tingkatkan dari pengawasan ke proses inisiatif,” katanya.

Peningkatan status dari kajian sektoral dilakukan untuk lebih memfokuskan pengawasan KPPU pada perilaku para produsen dan distributor dalam pemenuhan kebutuhan gula nasional.

Kajian di KPPU menilai bahwa jumlah kuota impor gula dalam persetujuan impor seyogyanya mencukupi, namun karena pengeluaran izin terlambat sehingga baru sedikit yang terealisasikan. Persoalan penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) dan realisasi impor telah teratasi dengan terlaksananya realisasi sekitar 400 ribu ton, namun harga di pasaran masih cukup tinggi.

Hasil kajian di KPPU juga menunjukkan bahwa pada periode Mei 2020, harga gula rata-rata nasional di pasar tradisional mencapai 44 persen di atas harga acuan penjualan tingkat konsumen, sementara di pasar ritel modern mencapai 24 persen di atas harga acuan.

“Tidak hanya itu, harga lelang gula rata-rata di tahun 2020 berada di kisaran Rp12.000 per kilogram, tidak jauh dari harga acuan penjualan di tingkat konsumen (Rp12.500/kg),” kata Guntur. [RED]