Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium adanya praktik kartel yang dilakukan oleh oleh perusahaan minyak goreng dalam negeri dengan penetapan harga serempak. Atas dugaan itu KPPU menyatakan masih perlu mengadakan pemeriksaan lebih lanjut.
Dugaan praktik kartel oleh KPPU berdasarkan penelitian atas struktur pasar minyak goreng, ada 4 perusahaan besar yang secara bersama-sama menguasai 46,5 persen suplai minyak goreng nasional. Selain itu KPPU juga menemukan adanya keterkaitan antara produsen minyak goreng dan perusahaan pemasok bahan baku minyak goreng yaitu Crude Palm Oil (CPO).
“Dari temuan kami, pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar terbesar itu sebenarnya terintegrasi secara vertikal di mana dia bagian dari kelompok usaha perkebunan kelapa sawit,” kata Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala, Kamis (20/1).
Temuan KPPU bertolak belakang dengan pernyataan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Desember lalu yang menyebutkan bahwa produsen minyak goreng harus membeli CPO dengan harga pasar internasional karena kebanyakan berbeda entitas usaha dengan perusahaan produsen CPO.
Komisioner KPPU Ukay Karyadi juga mengemukakan kenaikan harga minyak goreng seharusnya bisa dihindari jika melihat hubungan vertikal antara mayoritas produsen minyak goreng dengan usaha perkebunan sawit.
Ukay menduga adanya keputusan bisnis yang membuat pelaku usaha turut menaikkan harga bahan baku ke pabrik minyak goreng dalam negeri seperti harga pasar global. Meski harga CPO global yang tinggi cenderung lebih menguntungkan bisnis daripada memasok ke pasar domestik, pengusaha tidak lantas bisa menghentikan pasokan ke pabrik produk olahan di dalam negeri.
Aji mumpung
KPPU menemukan adanya indikasi para produsen minyak goreng memanfaatkan kenaikan harga internasional sebagai alasan untuk menaikkan harga minyak goreng di dalam negeri. Namun, KPPU belum bisa memastikan terjadi kartel karena dugaan harus dibuktikan secara hukum.
“Maka saya katakan apakah ada sinyal kartel? Sinyal sih terbaca tapi masalah terbukti atau tidak kartel harus dibuktikan secara hukum,” kata Ukay..
Menurut Ukay, sebetulnya bisa saja ada satu atau dua produsen yang mau memanfaatkan momentum dengan tak menaikkan harga minyak goreng seperti perusahaan lainnya. Sayangnya, hal tersebut tak terjadi dan produsen minyak goreng kompak menjual di atas harga HET, bahkan sempat menembus Rp20 ribu per liter.
Hal tersebut pula yang meyakinkannya akan sinyal kartel dari anomali kenaikan harga minyak goreng walau Indonesia merupakan produsen CPO nomor satu dunia. Ia menduga para perusahaan besar yang menguasai pangsa pasar minyak goreng bisa mengatur kenaikan harga secara bersamaan karena besar daya tawar yang mereka miliki. [PAR]