Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi mempelajari penerapan pasal hukuman mati dalam kasus suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian Pekerejaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2017-2018.
Undang-undang mengatur penerapan hukuman mati memang dimungkinkan khususnya pada kasus korupsi pada bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak.
“Kalau menurut penjelasan di pasal 2 itu memang kan bisa di hukum mati, kalau dia korupsi pada bencana yang menyengsarakan orang banyak, nanti kami pelajari dulu,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12) dini hari.
“Kami belum bisa putuskan ke sana nanti sejauh apa kalau memang itu relevan betul,” kata Situmorang menambahkan.
Ia juga menyatakan, KPK mempelajari cukup lama terkait suap pada proyek-proyek tersebut.
KPK pun, mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap tersebut salah satunya terkait proyek pembangunan SPAM di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang baru saja terkena bencana tsunami pada September 2018 lalu.
“Ini kami pelajari cukup lama ya bukan setelah bencana, kami tidak spesial kemudian ketika bencana datang. Jadi, kami bukan ‘pemadam kebakaran’ juga, artinya sudah didalami cukup lama kemudian ternyata di daerah bencana juga ada,” kata dia.
Seperti diketahui dalam operasi tangkap tangan di Kementerian PUPR, Jumat (28/12) KPK mengamankan 20 orang yang terdiri beberapa pejabat dan PPK sejumlah proyek yang dikelola Kementerian PUPR dan swasta dan pihak lainnya.
Setelah melakukan pemeriksaan secara intensif, KPK kemudian menetapkan delapan tersangka baik itu pemberi suap maupun penerima suap.
Di antara mereka yang menjadi tersangka karena menjadi pemberi suap yakni Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo, Budi Suharto, Direktur PT WKE, Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara, Irene Irma, dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo,
Sedangkan penerima antara lain Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen SPAM Lampung, Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin.
Kustinah, Simaremare, Nazar, dan Arifin diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.
Sedangkan dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Untuk proyek tersebut, mereka menerima masing-masing sebagai berikut.
Simaremare menerima Rp 350 juta dan 5.000 dolar AS untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Kustinah Rp 1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Nazar Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, dan Arifin Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Dalam pasal 2 UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan.
(1). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1 miliar (satu milyar rupiah).
(2). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Maksud dari ‘keadaan tertentu’ dalam pasal tersebut berupa pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, termasuk saat terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.[TGU]