KPK Panggil Setya Novanto dan Anaknya dalam Kasus PLTU Riau 1

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelisik skema kasus suap pembangunan PLTU Riau 1 yang dilakukan oleh pengusaha Johanes B Kotjo dan mantan menteri sosial Idrus Marham.

Tak hanya itu, KPK juga akan memanggil mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga terpidana kasus e-KTP.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Setya Novanto sedianya akan diperiksa untuk kepentingan penyidikan Johanes B Kotjo.

“Keterangan Novanto akan digali sejauhmana terkait lobi proyek tersebut,” kata Febri di Jakarta, Senin (27/8).

Selain , KPK juga akan memanggil putra Setnov, Rheza Herwindo selaku Komisaris PT Skydweller Indonesia Mandir.

Berbeda dengan ayahnya, Rheza akan diperiksa untuk penyidikan Idrus Marham.

Selain itu, ada pula Bupati Temanggung terpilih, M Al-Khadziq yang merupakan suami tersangka Eni Maulani Saragih serta tiga saksi lain yakni tenaga ahli DPR Tahta Maharaya, karyawan swasta Audrey Ratna Justianty dan Direktur PT Raya Energi Indonesia Indra Purmandani.

“Mereka bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IM (Idrus Marham),” kata Febri.

Diketahui, Idrus ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Ia diduga bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo.

Eni diduga menerima jatah sejumlah Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap sejak November 2017 sampai Juli 2018 dan Idrus disinyalir tahu soal pemberian uang tersebut.

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu juga dijanjikan uang sekitar US$1,5 juta oleh Kotjo bila memuluskan proyek PLTU Riau-1.

Dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 ini, KPK telah menjerat tiga orang sebagai tersangka. Mereka di antaranya Eni, Johannes dan terbaru Idrus.

Eni dan Idrus diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji dari Kotjo terkait proyek senilai US$900 juta itu.

Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) atau Pasal 56 ke-2 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai tersangka penerima suap, Eni Maulani Saragih, disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Johannes ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. [CHA]