Mantan Mendagri Gamawan Fauzi/kemendagri.go.id

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terkait kasus korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

“Ini pertama kalinya, saya belum tahu ini,” kata Gamawan, saat tiba di gedung KPK Jakarta, Rabu (12/10).

Gamawan menjabat Mendagri periode 2009-2014, dan bertanggung jawab dalam proyek pengadaan E-KTP.

Nazaruddin

Mantan anggota DPR RI Nazaruddin mengatakan Gamawan Fauzi terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

“Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK. Kita harus percaya dengan KPK, yang pasti mendagrinya harus tersangka,” kata Nazaruddin, usia diperiksa di KPK, Jakarta, Selasa (27/9/2016).

KPK diyakininya sudah mengantongi bukti-bukti keterlibatan Gamawan. Menurut Nazaruddin, Gamawan menerima gratifikasi dalam pelaksanaan e-KTP.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, melalui pengacaranya Elza Syarif, mengatakan proyek E-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto dan mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pelaksananya adalah Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Sudah 2 Tersangka

Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Irman, yang saat kejadian merupakan Kuasa Pengguna Anggaran proyek pengadaan E-KTP, menjadi tersangka dalam perkara ini.

Dengan kewenangan sebagai Kuasa Pembuat Anggaran saat itu, Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara itu.

Sementara mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan yang ketika itu Pejabat Pembuat Komitmen proyek E-KTP Sugiharto sudah menjadi tersangka sejak April 2014.

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi E-KTP itu sekitar Rp2 triliun, dari nilai anggaran proyek yang sebesar Rp6,7 triliun.

Salah satu bentuk penyelewengan yang ditemukan adalah penggunaan teknologi kartu E-KTP. Teknologi itu tidak sesuai dengan proposal yang diajukan. Ada penurunan kualitas kartu yang digunakan untuk E-KTP yang tidak sesuai dengan proposal. KPK juga menduga ada penggelembungan harga satuan komponen E-KTP.

Proses Pembahasan di Komisi II DPR

KPK juga tengah menelusuri proses pembahasan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik di Komisi II DPR, pada periode 2011-2012.

Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja Kementerian Dalam Negeri yaitu Komisi II.

Selasa (11/10) kemarin, KPK memanggil dua mantan Ketua Komisi II DPR yaitu Chairuman Harahap dan Agun Gunandjar Sudarsa.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, keduanya dikonfirmasi oleh penyidik seputar dugaan kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah pejabat negara.

“Yang didalami mulai dari proses anggaran, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan proyek,” kata Priharsa.

Mantan Ketua Komisi II DPR RI, Chairuman Harahap, menganggap anggaran proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik pada 2012 senilai Rp 6 triliun cukup rasional.

Menurut Chairuman, anggaran tersebut ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri, dan tidak ada persoalan saat Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR melakukan pembahasan terkait proyek pengadaan KTP elektronik. [DAS]