Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali pertama memanggil Idrus Marham guna dimintai keterangannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
Selain memanggil Idrus, penyidik KPK juga memanggil mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dalam kasus dugaan suap ini.
Hari ini diagendakan pemeriksaan dua tersangka yaitu, ENS (Eni Maulani Saragih) dan tersangka IM (Idrus Marham),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Tak hanya Idrus dan Eni, penyidik KPK juga melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada Direktur Operasional PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi, Dwi Hartono.
Pemeriksaan Idrus dan Eni ini untuk mendalami peran keduanya sampai terjadinya pertemuan-pertemuan hingga kemudian melakukan korupsi dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1 tersebut.
“Penyidik perlu mendalami dugaan perbuatan yang dilakukan oleh tersangka seperti pertemuan-pertemuan, pembicaraan tentang proyek PLTU Riau-1,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Idrus yang juga mantan Menteri Sosial Sekretaris Jenderal Partai Golkar bersama-sama Eni diduga menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited, Johanes B Kotjo.
Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Kotjo, yakni sekitar November-Desember 2017 sebesar Rp4 miliar dan Maret-Juni 2018 sekitar Rp2,25 miliar.
Tak hanya itu, Idrus pun diduga menerima janji mendapatkan bagian yang sama seperti jatah Eni Saragih sebesar US$1,5 juta dari Kotjo.
Uang itu akan diberikan bila Idrus berhasil membantu Kotjo mendapat proyek PLTU Riau-1 senilai US$900 juta.
Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) atau Pasal 56 ke-2 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Johannes ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. [CHA]