Koran Sulindo – Salah satu penyebab perilaku korupsi para kepala daerah terutama dipicu oleh biaya politik tingginya biaya politik yang mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bahkan menyebut modal kepala daerah saat pencalonan dan kampanye tak bakalan kembali tanpa melakukan korupsi.
“Menurut data Kemendagri biaya pencalonan itu Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar. Kalau tidak korupsi kerja siang malam kembalikan modal saja tidak bisa,” kata Agus di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).
Pemerintah, menurut Agus, harus sesegera mungkin merumuskan cara membenahi sistem pemilu agar tak berbiaya tinggi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah revisi undang-undang pemilu dan undang-undang partai politik.
Salah usul kongkret yang ditawarkan KPK adalah negara mengambil alih seluruh pembiayaan parpol.
Menurut Agus, jika model pembiayaan itu bisa terealisasikan, parpol tak perlu lagi kesulitan mencari biaya dan calon kepala daerah tak usah lagi mengeluarkan biaya untuk mahar politik maupun kampanye.
Meski begitu, kebijakan tersebut mesti disesuaikan dengan peraturan yang jelas untuk memastikan parpol tak menyalahgunakan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kajian KPK, parpol dibiayai negara dengan sistem audit yang utuh. Kalau dilanggar, bisa saja partai didiskualifikasi jadi tidak bisa ikut pemilu,” kata Agus.
Kasus korupsi yang menyeret kepala daerah bukan menjadi hal baru. Sejak tahun 2004 saja KPK telah menangani 99 kepala daerah yang yang terseret kasus korupsi. Jumlah itu belum mencakup kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Berdasarkan catatan KPK, kepala daerah terakhir yang kasus korupsinya tengah diproses KPK adalah kasus yang melibatkan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin. Bupati itu tersandung kasus dugaan suap izin proyek pembangunan super blok Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dari puluhan kasus korupsi yang menjerat kepala daerah itu setidaknya terdapat delapan modus korupsi antara lain:
- Tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa yang dibiayai APBN atau APBD
- Penyalahgunaan anggaran
- Perizinan sumber daya alam yang tidak sesuai ketentuan
- Penggelapan menggunakan jabatan
- Pemerasan menggunakan jabatan
- Suap
- Gratifikasi
- Menerima uang atau barang yang berhubungan dengan jabatan.[TGU]