Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin/kemenag.go.id

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pengembalian uang Rp10 juta yang dilakukan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dilaporkan sebagai honor tambahan. Uang tersebut berasal dari Haris Hasanuddin sebagai kompensasi karena terpilih sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

“Di laporan gratifikasi yang disampaikan staf Menag, ditulis penerimaan Rp10 juta itu merupakan honor tambahan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019), seperti dikutip antaranews.com.

Pengembalian uang itu dilakukan Menag sekitar 11 hari setelah terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) di Surabaya pada 15 Maret 2019 lalu terkait kasus suap pengisian jabatan di Kemenag. KPK belum dapat menerbitkan surat keputusan (SK) penetapan status gratifikasi terkait pengembalian uang tersebut.

“Nanti proses lebih lanjutnya tentu harus menunggu penanganan perkara ini tetapi sekarang kami belum dapat menerbitkan SK penetapan status gratifikasi karena ada aturan yg berlaku di peraturan KPK. Kalau pelaporan gratifikasi dilakukan setelah proses hukum terjadi apalagi setelah OTT, maka belum bisa ditindaklanjuti laporan tersebut,” katanya.

Menurut Febri, terdapat prinsip yang paling mendasar dalam pelaporan gratifikasi, yakni pertama tidak boleh ada “‘meeting of mind” atau hal-hal yang bersifat transaksional.

“Ini untuk menghindari ada orang yang kena OTT kemudian besoknya baru melapor seolah-olah itu gratifikasi dan itu sudah banyak contoh dan ditolak juga sampai di pengadilan,” katanya.

Kedua, pelaporan gratifikasi harus dilakukan jika sejak awal mengetahui bahwa itu bukan penerimaan yang sah.

“Pelaporan gratifikasi itu dilakukan bukan setelah ketahuan tetapi sejak awal dilakukan begitu menduga itu bukan penerimaan yang sah maka harus langsung di laporkan ke KPK dalam waktu 30 hari kerja maksimal, itu batas waktu maksimalnya,” kata Febri.

KPK pada Rabu (8/5/2019 kemarin memeriksa Menag sebagai saksi untuk tersangka Romahurmuziy alias Rommy.

Dalam pemeriksaan Lukman, KPK mendalami empat hal. Pertama, mengonfirmasi Lukman terkait penerimaan uang Rp10 juta dari Haris Hasanuddin sebagai kompensasi atas terpilihnya Haris sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur. Kedua, KPK mengonfirmasi Lukman soal temuan uang di laci meja saat penggeledahan di ruang kerja yang bersangkutan. Penyidik juga mengonfirmasi keterangan Lukman soal kewenangannya terkait proses seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama.

Terakhir, penyidik juga menggali informasi mengenai apakah ada komunikasi atau pertemuan saksi dengan tersangka Rommy.

Sebelumnya, kasus suap tersebut menyeretr nama Menag Lukman.

Dalam sidang praperadilan yang diajukan Romy yang berlangsung Selasa (7/5/2019) lalu, tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Menag menerima Rp10 juta terkait dengan kasus suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI.

Baca juga: Kasus Suap Romahurmuziy Menyeret Menteri Agama

“Pada tanggal 9 Maret 2019 Lukman Hakim Saifuddin menerima uang sebesar Rp10 juta dari Haris Hasanuddin pada saat kegiatan kunjungan Menteri Agama ke salah satu Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang sebagai kompensasi atas terpilihnya Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur,” kata anggota tim Biro Hukum KPK, Efi Laila, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, saat itu.

Menurut KPK, agar tetap dapat mengikuti Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kemenag, Haris Hasanuddin melalui Gugus Joko Waskito (staf Menag) memberi masukkan kepada Menag soal kendala persyaratan yang dihadapi Haris Hasanuddin tersebut dan meminta bantuan agar tetap dapat mengikuti seleksi yang berlangsung.

“Selain itu, Haris Hasanuddin dengan difasilitasi oleh Musyafak Noer (Ketua DPW PPP Jatim) menemui Lukman Hakim Saifuddin dan Romahurmuziy, kemudian menceritakan mengenai kendala yang di hadapinya terkait dengan persyaratan mengikuti Seleksi Jabatan Tinggi Pratama di Lingkungan Kemenag.”

Selanjutnya, Menag dan Romy mengatakan bahwa mereka akan membantu Haris Hasanuddin dalam proses seleksi tersebut.

Latar Belakang

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy (Romy) tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 15 Maret 2019.

“Uangnya tidak banyak, tapi saya belum terima laporan lengkap, tapi yang perlu dicatat itu bukan pemberian yang pertama karena sebelumnya juga yang bersangkutan pernah memberikan,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, saat itu.

Rommy langsung menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK di Polda Jawa Timur dan saat ini telah dibawa ke Jakarta, dimana tiba di Kantor KPK sekitar pukul 20.10 WIB dikawal oleh seorang penyidik KPK dari Surabaya. [Didit Sidarta]