Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima berkas rehabilitasi Ira Puspadewi dan kawan-kawan dari Kementerian Hukum (Kemenkum). Hal ini disampaikan jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan pada Kamis (27/11).
”Sampai dengan saat ini, KPK belum menerima surat keputusan rehabilitasi tersebut,” kata Budi.
Budi menjelaskan saat ini KPK masih menunggu berkas rehabilitasi untuk bisa menindaklanjuti perihal rehabilitasi yang diberikan Prabowo untuk mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi dan dua orang lainnya.
”Posisi KPK menunggu, untuk bisa menindaklanjuti keputusan rehabilitasi dalam perkara ASDP ini,” ungkap Budi.
Budi juga menjelaskan konstruksi perkara dari kasus yang menjerat mantan Dirut PT ASDP, Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019-2024, M Yusuf Hadi serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020-2024, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Berdasarkan serangkaian proses, KPK menemukan, pasca aksi akuisisi yang dilakukan ASDP, PT JN tidak memperoleh selisih (net cash flow) dan justru bergantung pada bantuan finansial PT ASDP untuk membayar utang dan operasional.
Kondisi tersebut bertolak belakang dengan proyeksi konsultan saat due diligence. Dimana penilaian valuasi PT JN seolah bernilai tinggi.
Dalam hal ini, KPK menemukan adanya pengkondisian dalam proses penilaian tersebut. Cara itu dilakukan dengan metode pendapatan maupun aset yang dimiliki PT JN.
KPK lantas melakukan penghitungan ulang atas valuasi PT JN dengan 2 metode, yaitu, arus kas diskonto (discounted cash flow) atau perkiraan nilai wajar investasi berdasar proyeksi arus kas masa depan dan metode aset bersih (net asset).
Dari penghitungan ulang, didapatkan catatan negatif. Dimana metode discounted cash flow, menghasilkan nilai saham PT JN minus Rp383 miliar. Sementara metode aset bersih (net asset) menunjukkan saham PT JN minus Rp96,3 miliar. Temuan tersebut, yang digunakan KPK dalam perhitungan kerugian negara.
Selain itu, KPK juga menemukan penyimpangan tata kelola dalam proses akuisisi. Dimana terjadi pelonggaran prinsip kehati-hatian dan penyimpangan prinsip good corporate governance, diantaranya:
Adanya sejumlah dokumen strategis yang dimanipulasi untuk memuluskan aksi akuisisi; Rekomendasi manajemen risiko diabaikan; Membuat aturan akuisisi dibuat penanggalan mundur (backdated).
Berdasarkan hasil rekalkulasi analisis kelayakan investasi atas data aktual, KPK juga mendapatkan temuan bahwa akuisisi tidak feasible secara bisnis. Sebab, nilai imbal hasil investasi (internal rate of return) hanya sebesar 4,99%. Sementara biaya modal (weighted average cost of capital /WACC) mencapai 11,11%. Kerugian diproyeksikan akan semakin menggulung di masa depan.
Sementara itu hal yang menjadi perbuatan melawan hukum dari Sdr. IP, diantaranya:
1. Mengubah ketentuan dasar PT ASDP, untuk pemenuhan syarat kerja sama usaha (KSU) dengan PT JN, yang kemudian diubah kembali setelah proses berjalan;
2. Mengubah Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dari rencana pembangunan kapal menjadi akuisisi perusahaan pelayaran;
3. Tidak menyusun feasibility study yang memadai untuk akuisisi;
4. Mengabaikan penilaian risiko, meskipun aksi akuisisi berisiko tinggi;
5. Mematok nilai akuisisi terlebih dengan melakukan pengkondisian bersama pemilik/penerima manfaat (beneficial owner) PT JN dan meminta konsultan menyesuaikan hasil valuasi;
6. Memberikan data tidak akurat kepada konsultan, termasuk status kapal yang sebenarnya tidak beroperasi;
7. Tidak mempertimbangkan utang PT JN, kondisi kapal, biaya perbaikan, dan utang pajak;
8. Tetap memaksakan akuisisi meskipun secara finansial PT ASDP tidak mampu, hingga harus berutang kepada bank;
9. Mengabaikan saran BPKP terkait penilaian kapal yang terlalu tinggi;
10. Membeli kapal yang tidak layak jalan dan tidak sesuai standar Organisasi Maritim Internasional (IMO) serta, beberapa kapal tidak diasuransikan, dan izin yang belum lengkap;
11. Tidak mempertimbangkan kondisi bisnis penyeberangan yang sudah jenuh, karena lebih banyak supply daripada demand;
12. Mempengaruhi konsultan untuk memberikan keterangan yang mendukung skenario tertentu.
Pada selasa 25 November 2025, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada ketiganya yang disampaikan melalui wakil ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Istana Presiden.
“Alhamdulillah pada hari ini, Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” kata Dasco. [IQT]




